Kamis, Februari 21, 2013

Oh Tuhan...........

hanya sebuah nama yang kini mengusik resah dalam jiwaku...
membawa sosoku terbang jauh entah kemana....
ia hadir begitu cepat, menyusup pelan lirih...
meninggalkan bahasa kerinduan yang begitu memukau...
membuat aku tak letih memikirkan semua tentangnya..
tentang senyum indahnya...
tentang paras ayunya..
tentang bening indah bola matanya...
oh tuhan....
jadikanlah bidadari di sana
sebagai gadis terakhir yang akan menemaniku nanti....
terima kasih...

Selasa, Februari 19, 2013

Tetaplah Disini

Never true Love

Teater Keliling











Biarlah semua berlalu....


menemukan sosokmu dalam pencarian panjangku...
bukanlah hal yang mudah...
karena kerap aku tertatih dalam buaian resah...
terjerumus dalam lubang-lubang amarah...
berbalut keputusasaan yang menghantui...

tak banyak mata yang melihat sejati kisah ini..
hingga mereka mencercamu...
mencercaku.....
tak banyak telinga yang mendengar secuil kisah berharga ini,,....
hingga mereka dengan mudah menghinamu....
menghinaku...
merendahkan kita dengan semua tudingan...
namun demi nama cinta yang telah Dia berikan..
aku bertahan dalam resah...
aku tetap berdiri tegar dalam sakit...
aku tetap berjalan walau tertatih dalam keraguan...
hingga akhirnya kini engkau menemukan keyakinan....
aku mecintaimu sepenuh hatiku..
dan biarlah mata itu tetap menghina tajam...
namun mataku masih merindumu...
biarlah telinga itu mencerca risau...
namun telingaku masih setia mendengar sejuta bait cintamu..
biarlah bibir-bibir itu menghujam perih..
namun bibirku tiada akan pernah letih
tuk berucap
"AKU MENCINTAIMU..."


El Qudzy

HARUS KU BERI JUDUL APA?

Adzikro@l_aqso
 Matanya saat bertemu tanpa sengaja dengan mataku yang juga tak sengaja menatapnya. Namun dari ketidaksengajaan itu aku mulai menyengaja mata ini untuk sekadar mencuri pandang teduh matanya yang berada di antara putih kulitnya, tersembunyi di balik kerudung warna krem, senada dengan warna kulitnya. Sebuah isyarat penuh makna aku tangkap dari ketertundukannya saat tiba-tiba saja dia tahu bahwa dua bola mataku terus mencari cela untuk sedikit menikmati keindahannya.
“astaghfirullah” hatiku benar-benar tergetar. Seenyumnya sungguh membuatku kagum, salahkah jika aku mengagumi keindahan yang terpancar darinya. Ataukah aku harus diam saja, menahan semua rasa yang begitu bronto ingin terus saja menikmatinya. Tapi setahuku  apa yang aku rasa ini adalah salah, tapi....
@@@
Kukira dia telah berlalu, ternyata aku keliru, bahkan semakin dekat, sangat dekat. Dia telah mampu menyihir kediamanku yang kata teman-teman nggak peduli dengan bidadari yang turun sekalipun di hadapanku. Tapi ini lain. Siapa dia? Siapa namanya?dapatkah aku mengenalnya?semoga saja.
Bersama beberapa teman baru, baru saja aku kenal, beberapa waktu lalu, tapi sepertinya sudah lama. Sementara aku redamkan dulu gelora yang melanda, aku ingin juga mengisahkan mereka, n faham mereka yang entah tiba-tiba saja bisa mengerti saya, mereka pun faham dengan yang aku rasa.
sebuah nama yang nggak asing, sering aku dengar, bagaimana tidak namaku mereka pakai, hanya saja mereka menambahkan huruf “R” atau satunya menambah huruf “N” setelah huruf “A”, sebuah huruf pembuka yang menjadi awal namaku. Habis dua huruf itu berlalu berlalu kata-kata “DI” seakan memberi istidrok yang biasanya dalam gramatika arab tujuan  keberadaan istidrok adalah memperjelas status subjek penyandang predikat, ini malah akan dapat menimbulkan sebuah ihtimal keserupaan andaikan saja ada yang memanggil dengan kata akhir “DI”, wal hasil nggak perlu panjang lebar, malah mbulet. Nama ke dua temanku itu Andi dan Ardi, dan aku sendiri Adi, beres toh.
Sebuah perkenalan yang awalnya nggak pernah aku duga sebelumnya, mungkin aku, dia dan dia sudah pernah, sedikit, nggadek or gak nggadek. Keduanya begitu mengerti apa yang aku rasa, udahlah nggak perlu aku mengulang-ulang kata, kasihan yang dengernya bossen.
Entah karena dia risih kerena aku yang terlalu pengen menikmati keindahannya yang sejak tadi saat aku menatapnya malah dia sengaja menundukkan pandangannya, menyembunyikan ayunya, atau kalau tidak dia menyampingkan kerudungnya, menutupi sebagian wajahnya. Seakan dia tidak ingin kecantikannya aku nikmati, dia ingin mungkin hanya mereka yang halal yang dapat menikmati keindahannya. Atau mungkin juga dia memberi isyarah padaku agar aku putus asa, berhenti untuk berusaha mengintip senyum manisnya, dia coba memberi tahuku bahwa aku nggak boleh memandangnya terlalu dalam. Seakan dia mengingatkan kembali pada peci yang bertenger di atas kepalaku, pandangan pertama yang tanpa sengaja, tak apalah anggap saja sebagai bonus, semacam itulah. Tapi jika itu berlanjut, wah perlu rasanya aku harus membuka dompetku lagi, di situ ada foto Mbah Yai, apa kamu tega menghianati petuahnya tempo hari.
Nasehat-nasehat terus saja aku juruskan padaku yang terlalu. Mabk Vina, Mbak Vina, ternyata itu kamu, kamu yang sebenarnya telah lama aku kenal, hanya saja fotomu yang temani obrolan kita tempo waktu. Tak ku sangka kita harus bertemu di tempat ini, tempat yang aku sendiri tahu bahwa kamu akan hadir, tapi tak pernah berpikir bahwa awal pertemuan itu adalah dari sebuah kata “0”, hanya kekaguman, tapi tak tahu ah...apa yang ku pikirkan. Semoga besok engkau pun menyadari perjumpaan itu, dan engkau melihatku, lalu engkau sedikit bercerita langsung padaku. Oke mbak Vina semoga engkau hadir dalam mimpiku, menyepaku bersama dua sahabat baruku, tak hanya  itu semoga itu akan segera ada dalam dunia sadarku. Tapi mbak...maaf jika aku terus mencuri anggunmu, namun setelah aku tahu dia, yang ku intai adalah kamu, ada rasa sungkan, sekarang biar aku menjadi sahabatmu, fansmu atau boleh murid sastramu, dewasa katamu tak seimut wajahmu.
*cukup zo...iki wae...ws

27 desember 2010…..sepenggal catatan dari sahabat q……
 

Senin, Februari 18, 2013

Perjalanan menuju bromo



Persiapan sebelum Mbonek ke surabaya...
Ahmad habib Khairul azam....



Muhamad Ardi Ansha El Zhemary..
bersiap untuk petualangan selanjutnya




 Menu Khas mbonek.....ayam pedas....mantap...




Perjalanan Mbonek sudah sampek bromo....keren, seru menegangkan



Habib lagi ngantuk......


Beh....sopo seng gelem ??? uenak tenan....



ngolek wangset ko penghuni bromo....


temen-temen kampus Sunan ampel surabaya.....





Ngantuk maneh....he..he

Kenangan....


sebuah kenangan....tentu akan terlewat tanpa mampu terulang..
terulangpun tiada akan pernah mampu sama....
tentang siapa ? apa ? dan bagaimana ?
semua yang hadir dalam bingkai kenangan...
namun setidaknya setiap jiwa yang pernah memiliki kenangan.. 
akn terus menyimpan kenangan itu rapi..
mengabadikannya....
berharap..
akan ada kenangan yang lebih indah untuk saat ini...


kenangan demi kenangan....El Qudzy

Merangkum Dunia (Engkau & Aku)

aku ingin merangkum dunia dalam catatanku..
dimana aku akan mampu mengabadikan semua dalam sebuah titian pena...
berharap dan maminta, kisah demi kisah akan abadi...
terangkum dalam sebuah bait kesederhanaan....
dimana..
aku dan engkau yang akan menjadi peran utama...
dalam naskah yang telah Dia tentukan....amin...




untuk sebuah kenangan demi kenangan yang telah kita lalui..
sebagai sebait hati yang telah merindu...
untukmu aku bernafas dalam doaku....
melalui nalar hidup yang tersisa...
semoga engkau yang akan menjadi tokoh terakhir...
yang akan menemani akhir dari  kisahku....\
amin.....
terima kasih..

El Qudzy......

Minggu, Februari 17, 2013

sebuah pintaku untukmu


mencintaimu bukan hal yang mudah..
karena dengan mencintaimu..
aku belajar begitu banyak hal darimu..
tentangmu...
semua yang hadir dalam hidupmu..

merindumu bukan hal yang ringan..
karena dengan merindumu...
aku harus tertatih dalam letih..
berjalan dalam duka yang kala hadir..
beriring keraguan yang tersemat sekian lamanya...
mengalir dalam nada duka...

namun....
sejenak tarikan nafas takdir..
memberi jawaban atas renta waktu yang ku tunggu..
beriring duka dan air mata.
aku mengerti...
akan ada bahagia yang menanti kita..
untuk di hari ini dan esok senja..
dibalik letih dan resah jiwa...
aku akhirnya mampu berkata...
izinkan aku menemanimu hingga akhir masa...

terima kasih..
telah hadir mengisi lembaran dalam jiwaku....
terima kasih.../
telah engkau izinkan aku merindu sosokmu....
terima kasih...
semoga syair sederhana ini akan mampu engkau dengar..
karena aku hanya mampu membacakan lirih... 
pada gemerisik bintang di langit..
yang akan menemani malammu....
dalam bayangan doa dan cintaku...

El Zhemary dalam tubuh yang letih. .

Selasa, Februari 12, 2013

catatan untuk sekuntum senyum Bidadari

siapa yang tidak mengenal sosok bidadari yang selalu tampil dengan sejuta keindahannya, siapa yang tidak mengenal sosok bidadari yang nama-namanya kerap sebut para pujangga yang merindu, ingin sekedar bersua, membuktikan semua keindahan yang kerap membutakan pandangan, membisukan bibir hingga tak mampu lagi merangkai kata, membekukan tangan-tangan cinta hingga tiada mampu lagi menulis tentang keindahan, karena keindahan itu adalah kesucian yang mampu seorang bidadari tampakkan dalam kesejatiaannya, dalam kehidupannya , dalam setiap gerak geriknya yang masih menjadi rahasia semesta.
ketika sebuah kalimat menggabarkan bahwasanya " sehelai rambut bidadari kala ia jatuh di dumi, maka keharumannya akan tercium dari jagad timur hingga barat," subhanallah.....apakah kita mampu membayangkan bagaimana yang akan terjadi andai ada seorang bidadari diturunkan di muka bumi ini, apakah akan ada keajaiban besar yang akan membuat mata terbelelak, sedangkan sehelai rambut saja mampu mengharumkan semest,a kita dalam keterbatasan tidak akan mampu menjawab semua pertanyaan sederhana namun penuh misteri itu ?  dan semua masih menjadi rahasia illahi yang tersimpan rapat dan skenario lauhul mahfud.

Allah Ta’ala berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. ar-Rahman: 58) lalu al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah bidadari-bidadari surga itu sebening yaqut dan seputih marjan.
Allah juga menyatakan,“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72) Maksudnya mereka itu dipingit hanya diperuntukkan bagi para suami mereka, sedangkan orang lain tidak ada yang melihat dan tidak ada yang tahu. Mereka berada di dalam kemah.
Baiklah…ini adalah sedikit gambaran yang Allah berikan tentang bidadari di surga. Karena bagaimanapun gambaran itu, maka manusia tidak akan bisa membayangkan sesuai rupa aslinya, karena sesuatu yang berada di surga adalah sesuatu yang tidak/belum pernah kita lihat di dunia ini. semua hanya sebatas gambaran yang tidak akans sesuai dengan apa yang akan kita rasakan dan temukan di surga nanti..amin...
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas oleh pikiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Setelah mengetahui sifat fisik dan akhlak bidadari, maka bukan berarti bidadari lebih baik daripada wanita surga. Sesungguhnya wanita-wanita surga memiliki keutamaan yang sedemikian besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits.
dan lewat catatan ini (penulis.red) hanya ingin sekedar memberikan sebuah kenangan, untuk sekuntum  senyum dari bidadari sederhana yang telah mengenalnya, senyum calon wanita surga yang telah membagi cerita dengannya, berlagu dalam kehidupannya, hingga kini saat catatan ini tertuai, terima kasih untuk senyum dan rindumu.... Sukron katsir Jazil.......Semoga bermanfaat dan menjadi motivasi bagi kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala..amin..........

Setidaknya wajah itu mampu

berjalan rapuh di sela waktu..
tertahan nafas tiada mampu berhembus...
semua masih menyanyi dalam keheningan...
hingga wajah-wajah letih hanya mampu terpekur..
menyimpan sebuah tanya tanpa jawaban ?
tentang apa ? dan bagaimana ?
semua resah itu melebur dalam langkah jiwa....
tentang kapan dan mengapa ?
semua dentuman sakit itu kerap datang..
menyela dalam ketenangan..
meleburkan semua dalam sebuah catatan hitam
tertoreh kalimat kerinduan..

ah..
siapa yang tahu ? kenapa wajah wajah itu bertanya ?
kepada mereka bertanya ?
siapa yang peduli...
yang jelas//wajah itu bukan romeo
yang merindukan juliet..
rela mati demi cintanya pada juliet...
bukan juga majnun yang tertepis kabut cinta layla..
rela terkubur dalam gelap gua..
hingga mati termakan bangkai karena merindu layla...
tapi setidaknya...
wajah lugu itu masih memiliki keyakinan...
tentang cintanya yang telah merubah semuanya ?
keyakinan tentang sebuah catatan baru tentang rindunya ?
sebuah catatan..
bukan seperti romeo...atau majnun..
namun hanya seorang......Ardiansha dalam ksederhanaannya...



El Zhemary., perpustakaan 12 febuari 2013

Senin, Februari 11, 2013

Barcelona Funs Club



bukan hanya derai tawa yang harus ada..
dibalik langkah kaki yang meluncur cepat merebah alam....
mendecak di antara rerumputan hijau....
menyisakan sebuah harapan demi harapan..
tercamtun diantara seribu nama yang abadi..
terkenang dalam sejarah......
karena dia berlari untuk mengukir....
berteriak untuk berkata.
" aku mampu !"


juzt for lionel Messi......STAIDA 11 febuari

Kang Kasanun

Mendengar cerita-cerita tentang tokoh yang akan aku ceritakan ini, baik dari ayah atau kawan-kawannya seangkatan di pesantren, aku diam-diam mengaguminya. Bahkan seringkali aku membayangkannya seperti Superman, Spiderman, atau si Pesulap Mandrake. Wah, seandainya aku berkesempatan bertemu dengannya dan dapat satu ilmu saja, lamunku selalu. Ayah maupun kawan-kawannya selalu menyebutnya dengan Kang Kasanun. Tidak ada yang menyebut namanya saja. Boleh jadi karena faktor keseniorannya atau karena ilmunya.
Kiai Mabrur, guruku ngaji Quran dan salah seorang kawan ayah di pesantren, paling semangat bila bercerita tentang Kang Kasanun. Aku dan kawan-kawanku paling senang mendengarkannya; apalagi Kiai Mabrur bila bercerita tentang tokoh yang dikaguminya itu acapkali sambil memperagakannya. Misalnya ketika bercerita bagaimana Kang Kasanun dikeroyok para begal, Kiai Mabrur memperagakan dengan memperlihatkan jurus-jurus silat. “Kang Kasanun itu pendekar yang ilmu silatnya komplit,” katanya terengah-engah.
“Yang saya peragakan itu tadi jurus silat Cibadak. Jurus yang digunakan Kang Kasanun membekuk tujuh begal yang mencegatnya di perjalanan. Tujuh orang dan Kang Kasanun sendirian. Bayangkan! Kami sendiri, saya dan beberapa kawan yang berminat, setiap malam Jumat dia ajari jurus-jurus silat dari berbagai cabang. Tapi mana mungkin bisa seperti dia? Dia itu bahkan mempunyai ilmu cicak. Bila sedang bersilat, bisa nempel dan merayap di dinding.”
Ayah sendiri sering juga bercerita tentang Kang Kasanun, tapi tidak dengan memperagakannya seperti Kiai Mabrur. “Nggak tahu, dia itu ilmunya dari mana?” kata ayah suatu hari ketika sedang bercerita tentang kawannya yang disebutnya jadug itu. “Di samping menguasai ilmu silat, ilmu hikmahnya aneh-aneh. Hanya dengan merapalkan bacaan aneh –campuran bahasa Arab dan Jawa– dia bisa membuat tidur seiisi mushalla. Pernah dia menjadi tontonan orang sepasar gara-gara dia dihina penjual lombok lalu lombok satu pikul dimakannya habis. Dia tidak apa-apa, tapi penjualnya kemudian yang murus. Kata kawan-kawan dia juga bisa memanggil burung yang sedang terbang di udara dan ikan di dalam sungai.”
“Kata Kiai Mabrur, Pak Kasanun juga bisa menghilang, betul Yah?” tanya saya.
Ayah tersenyum dan pandangannya seperti menerawang ke masa lalunya. “Pernah beberapa kawan diajarinya ilmu halimunan entah apa. Pokoknya ilmu untuk menghilang. Mereka disuruh puasa tujuh hari mutih, artinya bukanya hanya dengan nasi tanpa lauk apa-apa. Lalu ada satu malam ngebleng, semuanya tidak boleh tidur sama sekali. Ayah juga ikut.”
Ayah berhenti sejenak, tersenyum-senyum sendiri, mungkin terbawa kenangan masa lalunya, baru kemudian melanjutkan ceritanya. “Dari sekian orang yang ikut program halimunan itu, hanya ayah yang gagal. Ayah tahu kalau gagal, ketika ilmu itu dipraktikkan. Hari itu, kami beramai-ramai, di bawah pimpinan Kang Kasanun sendiri, datang ke toko Cina yang terkenal paling galak di kota. Kang Kasanun berpesan siapa pun di antara kami yang nanti di toko masih melihat orang lengkap dengan kepalanya, jangan sekali-kali mengambil sesuatu. Karena tandanya kalau kami sudah benar-benar hilang, tidak terlihat orang, yaitu apabila kepala semua orang tidak tampak. Dan ingat, kata Kang Kasanun, kita bukan niat mencuri tapi mengamalkan ilmu. Jadi ambil barang seadanya dan yang murah-murah saja.”
Ayah berhenti lagi, tersenyum-senyum lagi, baru sejurus kemudian melanjutkan. “Wah, saya lihat waktu itu kawan-kawan ada yang mengambil sabun, ada yang mengambil potlot, sisir, minyak rambut, dan lain-lain. Mabrur, guru Quranmu itu, malah sengaja mengambil manisan yang terletak persis di depan Cina pemilik toko yang galak itu. Anehnya, baik si pemilik toko maupun pelayan-pelayannya, seperti tidak melihat apa-apa. Setelah mengambil barang-barang itu, kawan-kawan ngeloyor begitu saja dan tak ada yang menegur. Saya yang malah ditanya Kang Kasanun, kenapa saya tidak mengambil apa-apa? Saya menjawab bahwa saya masih melihat kepala semua orang yang ada di toko. Jadi, sesuai pesan Kang Kasanun sendiri, saya tidak berani mengambil apa-apa. ’Sampeyan kurang mantap sih!’ komentar Kang Kasanun. Memang terus terang, waktu itu –sebelum menyaksikan sendiri adegan di toko itu– saya tidak percaya ada ilmu halimunan, ada orang bisa menghilang.”
“Ada tamu ya, Bu?!” tanyaku kepada ibuku yang sedang sibuk membenahi kamar tamu.
“Ya,” jawab ibu tanpa menoleh, “Kawan lama ayahmu di pesantren. Beliau akan menginap beberapa malam. Mungkin mau kangen-kangenan sama ayahmu. Dengar itu, tawa mereka.”
“Ya, asyik benar tampaknya,” timpalku. “Tamu dari mana sih, Bu?”
“Kata ayahmu tinggalnya sekarang di luar Jawa. Namanya Kasanun atau siapa?!”
“Kasanun?” tanya aku setengah berteriak.
“Ee, jangan berteriak!” bisik ibu. Tapi aku sudah bergegas meninggalkannya. Dari gorden jendela aku mengintip ke ruang tamu. Sekejab aku jadi ragu-ragu. Tamu ayah tidak seperti yang aku bayangkan. Tidak gagah, malah terlihat kecil sekali di depan ayahku yang bertubuh besar. Kurus lagi. Ah, jangan-jangan ini bukan Kasanun sang pendekar yang sering diceritakan Kiai Mabrur. Masak kerempeng begitu. Tapi setelah nguping, mendengar pembicaraan ayah dan tamunya itu sebentar, aku menjadi yakin memang itulah sang Superman, Kang Kasanun. Apalagi tak lama kemudian Kiai Mabrur datang dan saling berpelukan dengan si tamu. Nanti malam, aku harus menemuinya, kataku mantap dalam hati. Aku harus mendapatkan salah satu ilmu hikmahnya.
Kebetulan sekali, malam ketika ayah akan mengajar ngaji, aku dipanggil dan katanya, “Kenalkan, ini kawan ayah di pesantren, Kang Kasanun yang sering ayah ceritakan! Kawani dulu beliau sementara ayah mengaji.”
Begitu ayah pergi, aku segera menjabat tangan orang yang selama ini aku idolakan. Beliau menerima tanganku dengan menunduk-nunduk penuh tawadluk.
“Gus, putra ke berapa?” tanyanya dengan suara lembut.
“Nomor dua, Kiai!” jawabku sambil terus mengawasinya.
“Jangan panggil saya kiai!” katanya bersungguh-sungguh. “Saya bukan kiai. Saya memang pernah mondok di pesantren bersama ayahanda Gus, tapi tidak seperti ayahanda Gus yang tekun belajar. Saya di pesantren hanya main-main saja.”
Aku tidak begitu menghiraukan apa yang beliau katakan, aku sudah punya rencana sendiri dari tadi. Mengapa harus ditunda, inilah saatnya, mumpung hanya berdua. Kapan lagi?
“Bapak Kasanun,” kata saya sengaja mengganti sebutan kiai dengan bapak, “sebenarnya saya sudah lama mendengar tentang Bapak, baik dari ayah maupun yang lain. Sekarang mumpung bertemu, saya mohon sudilah kiranya Bapak memberi ijazah kepada saya barang satu atau dua dari ilmu hikmah Bapak.”
Mendengar permohonan saya, tiba-tiba tamu yang sejak lama aku harapkan itu menangis. Benar-benar menangis sambil kedua tangannya menggapai-gapai.
“Jangan, jangan, Gus! Gus jangan terperdaya oleh cerita-cerita orang tentang bapak. Apalagi kepingin yang macam-macam seperti yang pernah bapak lakukan. Biarlah yang menyesal bapak sendiri. Jadilah seperti ayahanda saja. Belajar. Ngaji yang giat. Dulu ayahanda Gus pernah sekali ikut dengan kegilaan masa muda bapak, tapi gagal. Mengapa? Bapak rasa karena ayahanda memang tidak serius. Beliau hanya serius dalam urusan belajar dan mengaji. Dan sekarang, lihatlah bapak dan lihatlah ayahanda Gus! Ayahanda Gus menjadi kiai besar, sementara bapak lontang-lantung seperti ini. Kawan-kawan bapak yang dulu ikutan bapak mendalami ilmu-ilmu kanuragan seperti ini rata-rata kini hanya jadi dukun. Ini masih mendingan, ada yang malah menggunakan ilmu itu untuk menipu masyarakat dengan mengaku-aku sebagai wali dan sebagainya. Orang awam yang tidak tahu, mana bisa membedakan antara karomah dan ilmu sulapan seperti itu?”
Aku tidak bisa ceritakan perasaanku melihat orang yang selama ini kukagumi menangis. Masih terdengar sesekali isaknya ketika beliau melanjutkan. “Ayahanda dan Kiai Mabrur pasti tak pernah cerita bahwa bapak ini pernah dinasihati seorang singkek tua. Karena memang bapak tak pernah menceritakannya kepada siapa pun. Sekarang ini bapak ingin menceritakannya kepada Gus. Mau mendengarkan?”
Saya hanya bisa mengangguk.
“Pernah dalam suatu perjalanan bapak, bapak kehabisan sangu. Bapak pun mampir ke sebuah toko milik seorang singkek yang sudah tua sekali. Begitu masuk toko, bapak rapalkan aji halimunan bapak. Semua pelayan dan pelanggan yang ada tak ada yang bisa melihat bapak. Bapak langsung menuju ke meja si singkek tua yang terlihat terkantuk-kantuk di kursi tingginya. Pelan-pelan aku buka laci mejanya, tempat ia menyimpan uang. Bapak ambil semau bapak. Si singkek tua tidak bergerak. Namun begitu tangan bapak akan bapak tarik dari laci, tiba-tiba tangan keriput si singkek tua memegangnya dan langsung seluruh tubuh bapak lemas tak berdaya.
’Ilmu begini, kok kamu pamel-pamelkan,’ katanya hampir tanpa membuka mulut. “Ini nyang kamu peloleh sekian lamanya belajal, he?! Kasihan kamu olang! Ilmu mainan anak-anak begini untuk apa? Paling-paling buat gagah-gahahan ha. Siapa yang nganggep kamu gagah? Anak-anak kecil sama olang-olang bodoh dan olang-olang jahat saja ha! Ada olang pintel kagum sama kamu olang? Ada? Siapa? Olang hidup apa nyang dicali? Olang hidup cali baik buat dili sendili, kalau bisa buat olang lain. Cali senang sendili, jangan bikin susah olang lain ha!’
Pendek kata, habis bapak dinasehati. Setelah itu bapak dikasih uang dan disuruh pergi. Sejak itulah bapak tidak pernah lagi mengamalkan ilmu-ilmu gila bapak. Nasihat yang bapak dapat dari singkek tua itu sebenarnya hanyalah memantapkan apa yang lama bapak renungkan tentang kehidupan bapak, tapi bapak selalu ragu.”
Pak Kasanun memegang kedua tanganku penuh sayang. Katanya kemudian, “Kini bapak sudah mantap. Jalan yang bapak tempuh kemarin salah. Mestinya sejak awal bapak mengikuti jejak ayahanda Gus. Karena itu, Gus, sekali lagi, ikutilah jejak ayahanda dan jangan mengikuti jejak bapak ini. Carilah ilmu yang bermanfaat bagi diri Gus dan bagi sesama!”
Aku tidak sempat memberi komentar apa-apa karena keburu datang Kiai Mabrur dan beberapa tamu kawan lamanya yang lain. Tapi aku masih mempunyai banyak waktu untuk merenungkan nasihatnya. (*)
Rembang, 29 September 2002

Minggu, Februari 10, 2013

Terlalu indah untuk kutuliskan...

  



Tak mampu melangkah sejenak tanpa iringan doamu..
hanya mampu tertatih saat engkau meninggalkanku tanpa senyumanmu...
sebuah harapan sederhana agar engkau akan selalu menemani..
dalam hari ini...maupun kala esok..
saat semua berubah..
kala usia renta telah menjadi sahabat kita berdua...
namun kerentaan bukanlah penghapus cinta yang terpatri saat ini..
karena lemah jiwa ini sadari..
jiwa ini yakini..
kamu yang akan melengkapi kisah hidup ini..
hingga gelap kan menyelimuti tubuhku dalam sajaknya...


 Erdianz El qudzy

Hanya aku dan dirimu

Mungkin aku hanya berdiri
Memantung dengan rindu dan kash yang masih tersemat
Erat di balik cerita yang sempat tertuai lusa
Saat engkau mash di sini bersamaku
Kenapa saat jauh..
Aku menciba menhhapus bayanganmu
Kau kembali berjamu dan bersua denganku di sini
Aku letih kasih..aku bosan
Aku tak snaggup bergumul dengan benih rindu ini
Aku tak sanggup..
Aku ingin melepas kenangan ini..tapi aku tak mampu
Dan kini..
Bukan aku atau mereka yang terluka
Tapi semua..
Semua yang mencintaimu
Dan kini kau telah tenang di alam sana,,,Bersama sang esa.

aku dan dia

Jumat, Februari 08, 2013

Terima Kasih Untuk Sang Bidadari

Bahagia..setelah lama aku memendam bahasa rinduku..
sampai akhirnya engkau menyapa dalam kesederhanaanmu....
dengan sebuam salam kasih yang selalu tersadu..
dalam kisah cinta yang telah kita catat bersama...
terima kasih...
telah engkau izinkan aku menuai syair rindu dalam jiwamu...
membagi sekeping hati untukmu...
melewati sisa waktu bersamamu..
sungguh sebuah kisah yang indah yang pernah aku rasa..
saat aku bersamamu...
saat aku menatap bening bola matamu..
membias penuh cinta...
saat aku terbius oleh tawa renyah senyumanmu....
dimana aku terdiam dalam kerlingan manja mu,,,,
semua tentangmu terlalu indha untuk ku ungkap..
terlalu sempurna untuk terlupa..
walau mungkin syair ini tiada mampu mengungkap semua keindahan itu..
namun setidaknya lewta syair ini aku mampu berkata pada semesta....
masih ada yang menerima sosok lemahku apa adanya..
masih ada yang mencintaiku dalam kesederhanaanya...
masih ada yang merinduku dalam semua kekuranganku..
terima kasih...bidadariku.........terima kasih.....


Untuk sang Bidadari Rahmatul Qudsiyah. 8 febuari 2013

Kamis, Februari 07, 2013

Untuk sang sahabat di 7 febuari

untuk sang sahabat..
tersenyumlah......jika engkau ingin tersenyum di hari ini...
hari pertama kali engkau menatap dunia dengan bening bola matamu...
hari pertama kali kau meneriaki dunia dengan canda dan tangismu..
mungkin hanya bait sajak sederhana ini yang mewakili semua...
tentang perjamuan kita yang hanya berhias sapa senyuman..
tiada kata maupun canda....
namun setikdanya aku mengetahui tentangmu..
tentang sajak yang pernah engkau cipta dengan indahnya...
tentang puisi yang engkau baca dengan sempurnanya...
tentang bait-bait yang engkau lagukan dengan merdu.....
selamat ulang tahun..
semoga esok akan lebih baik....
semoga akan menjadi insan yang kamil...
dan semoga...
semua yang akan terjadi sesuai dengan jalan kita..
sesuai dengan catatanNya....amin ya rabb....


untuk semua sahabat yang pertama kali membuka mata di hari ini, kamis 7 febuari.......

Rabu, Februari 06, 2013

Telah lama aku merindumu

untukmu yang telah lama tak kujumpa dengan senyuman indahmu..
hingga aku hanya bisa merindumu dalam setiap lengkahku..
mengenang kisah yang terlewati sejenak engkau hadir dalam hidupku..
begitumu mudahnya ? engkau membuat aku merindu dalam sadarku..
begitu ringannya kau terbangkanku dengan sayap cinta yang engkau sematkan..
dalam hidupku dan  jiwa rentaku....
untukmu yang telah memberi sebuah catatan kasih terindah....
terima kasih..untuk sebuah senyuman kecil yang berharga...
sebuah senyuman lembut yang akan tetap abadi dalam keanggunanya..
karena kusadari...tiada senyuman lain yang mampu kurekam selain dirimu..
selain engkau sang bidadari....
kumohon mengertilah...
tetaplah dalam senyumanmu.......
dna bertahanlah dalam kisahmu...
karena aku ingin engkau mengerti..
sampai detik ini dimana syair ini tercipta....
jiwaku selalu merindumu...dan insya allah..
akan selalu meyayangimu...terima kasih....

Perpus STAIDA . 6 feb 2013

Senin, Februari 04, 2013

Sajak di lembah kematian

--> 
Senyum

Dulu kau ada dalam renggang keabadian
Bersemayam dalam palung kesucian
Tersemat dalam pinggang harapan
Dan berhargalah engkau wahai senyuman
Namun jauh dini hari.....!
Tak lagi terlihat tentang ceritamu
Dan juga indahnya syairmu
Kau lekang dalam waktu
Sesungging senyum yang dulu ada hilang
Tertaut dalam pusara waktu yang kelam
Bukan air mata atau lagi duka
Taapi kebebasan yang sejati
Namun apakah setelah itu ?
Apakah kita masih bisa tersenyum ?

Tanya dalam resah

Apa agamamu ?
Aku masih diam mencoba tenang
Namun resah dan takut tiba tiba menghampiri
Aku linglung kosong
Jari jemari ini kaku lesu
Man rabbuka ? menggelegar
Aku kalut, aku takut
Suara itu menghantui. Tubuhku ngilu
Siapa tuhanmu ?
Aku semakin takut aku resah
Aku bingung
Siapa nabimu ?
Semua mercercaku
Seperti memburu sengal nafasku
Yang berdecitan seperti pintu tua
Dalam rumah kemarin lusa
Siapa ? Siapa aku?  Aku takut
Aku tak tahu haru bagaimana?
Ada hitam yang membuat tubuh ini ngilu
Pada siapa aku harus mengadu
Pada siapa ?
Siapa ? dimana aku ?
Resah dan aku diam
Lalu kedua malaikat itu menghampiri
Membawaku jauh
Bara api membakar aku beringsut
Aku takut namun aku tak tahu
Apa yang akan terjadi setelah ini
Setelah waktu habis kemarin aku tak tahu
Apakah soal-soal ini terlalu sulit
Tapi dulu sewaktu sekolah aku selalu
Mendapat nilai A.
Ampun !!!!!
Ampun!!
Aku berteriak kelam
Semua terus mencaci. Pada siapa aku memohon
Pada siapa aku meminta ?
Ah dosa ini membodohiku
Aku kalah.
Ibnu samary al balaghy. 6.3.2011