Minggu, Maret 31, 2013

Falsafah Cintaku

“ Kebahagiaan sejati adalah belajar mencintai, bukan dicintai “ desahku pelan seraya menulis kalimat tersebut di atas buku kuliahku.  Ya ! Memang benar, tak semua orang mampu ikhlas dalam urusan cinta. Termasuk kemauan mereka untuk belajar mecintai, namun hal inilah yang menjadi dasar seorang aku mencoba merangkai kalimat demi kalimat, hingga kuharap akan memberi sebuah cerita yang telah terjadi dalam hidupku, meluruskan semua tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan seorang “ aku “ kali ini,  sebuah cerita tentang cinta, duka, air mata, sahabat, penghianatan dan hinaan.
“ Ya Allah ! Berat……Apa yang harus hamba lakukan..?” Desahku pelan masih dalam posisi sujud, pandangan mataku yang sayu kuarahkan tepat di jam dinding Masjid, dimana jarum jam masih tetap berdetak tak terasa, karena kini setiap detak itu telah terkalahkan oleh detak dalam jiwaku tentang apa yang harus aku lakukan, tentang sebuah pilihan yang harus aku lakukan usai aku membaca secarik puisi yang dikirim dari seorang gadis bernama Diana.
Berbagai pertanyaan hanyut beriringan dalam benakku, membawaku dalam sesak yang terus menderu di jiwa, semua terasa berat- berat bagiku yang sudah lama membuang cinta dalam kehidupanku, berat bagiku yang memang enggan untuk mengenal cinta untuk saat ini, namun aku sendiri heran ? Kenapa Diana  terus menghantuiku, mengantuiku dengan bait-baitnya yang membuat aku ngeri, membuat aku takut jika aku sampai melukainya.
“ Kang ! Ada apa ? Apa sampean punya masalah….Sudah larut malam kok belum istirahat…!”
Aku tergagap bingung, saat seseorang menyapaku pelan, menyadarkanku dari alam yang membuatku terbang tinggi memikirkan tentang Diana yang menyatakan ia mencintaiku, sungguh gadis yang berani.
“ Tidak Kang ! Aku cuma bingung aja..!” Balasku pelan seraya menatap Hilal yang baru datang menyapaku, ia sahabatku, kami sangat akrab, walau umurnya jauh diatasku, tapi ia mengerti semua yang aku rasakan, ia selalu setia mendengar semua curahan hatiku serta semua cerita demi cerita yang terjadi dalam kehidupanku, dan kurasa malam ini aku harus menceritakan tentang bait puisi dari Diana.
“ Bingung kenapa lagi Kang ? “ tanya Hilal datar seraya membenahi letak kopiah dan surbannya.
“ Ini lo Kang !” Balasku seraya mengulurkan secarik puisi. Hilal segera mengambil kertas yang baru saja aku ulurkan, membacanya sejenak, lalu menarik nafas panjang.
“ Indah Kang..!” Puji Hilal kagum.” Jadi ada orang yang suka sama sampean ya Kang !”
Aku mengangguk membenarkan. “ Aku heran….Dia begitu berani menyatakan perasaannya padaku…!”
“ Tapi ya ndak apa-apa Kang……Dulu saja Khadijah berani menyatakan lamaran kepada Nabi Muhammad…Kan ndak ada salahnya jika seorang perempuan menyatakan perasaannya kepada lelaki…!”
“ Iya Kang…! Tapi ?” Potongku datar.
“ Tapi kenapa Kang ?”
“ Aku tidak mencintainya Kang  ! Dan aku takut melukai gadis itu andai aku menolak pernyataan cintanya….Apalagi saat ini aku sedang sibuk Kang…..Hapalan, diniyah, kuliah, dan kurasa aku ndak ada waktu buat ngurusin tentang cinta….”
Hilal hanya diam, ia menatapku tajam, seakan mengerti dengan apa yang aku rasakan.
“ Iya sampean benar…Tapi, apa salahnya jika sampean belajar mecintainya ?”
“ Belajar mencintai ?” Aku balik menatap Hilal, Hilal mengangguk pelan, lalu tersenyum.
“ Sebaiknya kamu memberi waktu kepada gadis itu….Hingga kamu bisa benar-benar mecintainya sepenuh hati….Hingga kamu benar benar bisa menerimanya apa adanya…Setelah itu, semua keputusan ada di tangan sampean…..Jika sampean berhasil mecintai gadis itu…..Ya jadikan dia kekasih sampean, bahagiakan dia, dan jangan buat ia terluka..!”
Aku diam, menimang-nimang jawaban yang baru saja Hilal utarakan, ia memang benar, belajar mecintai dan jangan melukai, tapi apa itu mungkin ? Sulit, ya sulit bagiku untuk belajar mecintai gadis yang belum begitu aku kenal, bait puisi yang tidak hanya kali ini ia mengirimkan untukku.
”Sekarang lebih baik sampean istokhoroh…Tentukan pilihan sampean….dan saran saya, lebih baik sampean belajar mecinta…..Walaupun hal itu tidakkah mudah !” ujar Hilal.
“ Iya Kang..! Insya Allah..!”
*****
 Hari-hari telah berlalu sosok sang pengirim bait puisi akhirnya kuketahui, ya benar, ia adalah gadis yang dekat denganku, dan aku berbicara banyak dengannya hanya lewat jaringan telepon, tapi kenapa ia bisa mencintaiku ? Ah aneh..
“ Diana !” Desahku pelan menyebut gadis yang kerap menulis puisi untukku, bahkan ia terkadang menulis surat rindunya padaku, tapi sayang, aku sadari, hari-hari yang kulalui tak sedetikpun mampu untuk mencintainya,  namun aku akan berusaha, ya apa salahnya jika aku berusaha untuk mecintai orang yang benar-benar mecintaiku ?
Itulah sepenggal perjalanan kisah yang harus aku alamat untuk belajar mecintai, memang belajar mencinta bukanlah hal yang mudah, sulit, sangat sangat sulit, namun waktu yang telah membuat aku untuk mecintai gadis itu akhirnya datang juga, perlahan hatiku terbuka untuk menerima sosoknya sebagai gadis yang aku cintai, apalagi setelah aku melihat semua perjuangannya, setelah aku membaca bait-bait rindu yang terkesan menyakitkan baginya,, karena aku sama sekali tidak pernah membalas puisi maupun surat yang ia tulis untukku.
3 bulan berlalu, 20 Ramadhan, akhirnya aku menerima pernyataan cinta gadis itu, aku menerimanya sebagai kekasih, iapun sangat bahagia, benar-benar bahagia, dan saat itu akupun kembali merasakan cinta yang begitu hebat setelah 3 bulan lamanya aku berjuang untuk memahami Diana, berjuang untuk belajar mencintai Diana, dan kuharap setelah ia menjadi kekasihku mulai saat ini, ia akan bisa menerimaku apa adanya, ia akan bisa memahami semua sifatku sebagai Adam yang penuh kekurangan.
Tapi sayang ! Semua yang kuharap tak terjadi, semua pupus sudah, kisah kami tak berlangsung lama, hanya 9 hari, ya hanya 9 hari, kisah cinta tercepat yang pernah aku alami, Diana mengakhiri hubungan kami, sebelumnya aku tidak terima atas permintaan dia, namun aku sadari, kami sama-sama egois, banyak sifat kami yang bertentangan dan  tak mugkin disatukan, apalagi orang tua Diana tampaknya tidak menyetujui hubungan kami, akupun bisa terima dengan lapang dada, walaupun saat itu aku benar-benar terluka, hingga akhirnya malam takbir yang seharusnya indah, menjadi suram, jiwaku tertekan dengan apa yang telah aku alami selama 9 hari bersama Diana, jiwaku tertekan karena benih cinta masih berkembang cepat, rindu tak pernah berkurang, namun apa yang bisa aku lakukan ? Diana telah mengakhiri semuanya, dia yang telah mengakhiri kisah cinta yang aku perjuangkan, dan kurasa ia tidak pernah tahu betapa sulitnya dulu aku untuk belajar mecintainya, andai dia tahu, tentu dia tidak akan mengakhiri kisah cinta ini dengan begitu cepatnya, 3 bulan aku berusaha untuk mecintainya, dan dalam 9 hari cinta itu berakhir saat ia memutuskan semuanya, aku tak bisa menyalahkannya, semua berawal dari ketidak tahuan, dan karena ketidaktahuan Diana tentang perjuanganku untuk mecintainya itulah ia mengakhiri cinta ini.
Dalam sesakku, aku mencoba menerima semua, aku mencoba bersikap biasa terhadap Diana walapun ada duka dalam jiwaku, sampai akhirnya jiwa dalam dukaku terasa lebih menyakitkan dari seribu tusukan pisau saat aku mendengar dari sahabat Diana, bahwa Diana sudah memiliki kekasih lagi 3 hari setelah kami mengakhiri hubungan. Aku benar-benar tidak terima dengan semua itu, kebencianku terhadap Diana memuncak, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan lagi ! Kini cinta yang semula bergejolak hebat berubah menjadi kebencian yang membanjiri hatiku, meluap hebat dengan ombaknya yang maha dahsyat, sebenarnya aku enggan memiliki kebencian ini, tapi apa yang bisa kulakukan, aku hanya manusia biasa, cinta yang dalam akhirnya berubah menjadi kebencian yang mebakar jiwaku.
Seketika aku teringat pesan dari Hilal, “ Janganlah kamu terlalu mecintai seseorang, karena suatu saat kamu bisa membencinya, dan jangan pulalah kamu terlalu membeci seseorang, karena bisa saja kelak ia menjadi kekasihmu !”
Benar, benar apa yang dikatakan Hilal, aku yang semula benar-benar mecintai Diana, akhirnya hanya bisa memendam kebencianku dalam-dalam, kebencianku betapa mudahnya ia memainkan cinta, betapa mudahnya ia melakukan semua hal yang membuat jiwaku terluka, ah Tuhan ! Apa salah hamba !
****
Malam masih tampak indah dengan sinar rembulan yang bertahta malam itu, bayangan Diana tak lepas dari diriku, namun bukan bayangan rindu seperti hari-hari yang lalu saat aku masih bersamanya, melainkan bayangan duka dan benci atas apa yang telah ia lakukan dalam hidupku.
“ Ya Allah..! Maafkan hamba..!” Desahku pelan seraya mengambil HP-ku yang baru saja bergetar, ada sebuah panggilan masuk dari sahabat Diana, Via.
Assamu’alaikum..!” Ujar Via dari sebrang, entah dimana.
Wa’alaikum salam…Ada apa Dek ?” Balasku datar, memanggil Via dengan embel-embel “Dek”, walau aku mengenal Via hanya lewat telepon, bahkan aku juga belum mengetahui bagaimana wajah Via, tapi kami berdua sudah sangat dekat, ia biasa bercerita kepadaku tentang keluarganya, begitupun diriku yang biasa bercerita tentang bahagia dan juga lukaku, dan mungkin malam ini aku akan menceritakan lukaku yang mendalam karena Diana.
“ Ndak Mas….Mas lagi ngapaian ? “
Aku diam sejenak, menarik nafas panjang, mencoba meredam amarah yang telah membuat air mataku meleleh cepat.
“ Ndak lagi ngapa-ngapain…Cuma lagi sedih aja..!”
“ Apa masih mikiran Diana ta Mas ?”
“ Iya…Aku benar benar tidak terima dengan apa yang telah ia lakukan..Kenapa dengan mudahnya ia menyatakan cinta kepadaku, lalu ia juga yang mengakhiri…dan dalam hitungan hari ia sudah mendapatkan kekasih yang lain….Sungguh…Aku tidak terima ..Aku membencinya Dek..!”
Astaghfirullah Mas…  ..Istighfar..! Tidak baik kita terlalu membenci seseorang….Lebih baik mas berfikir positif saja dahulu…Siapa tahu Diana melakukan semua itu karena ia juga terluka, sama seperti Mas..! “
“ Tapi jika ia memang terluka, tidak seharunya ia menambah luka dalam jiwaku..!”
Via hening, tampaknya ia bingung dengan kalimat yang baru saja aku katakan.
“ Kenapa sampean diam ?”
“ Tidak Mas…Maafkan Via ya Mas.. Kalau Via terlalu ikut campur..!”
Setelah pembicaraan malam itu, Via selalu mecoba menenangkanku, ia selalu menasehati dengan kalimat-kalimat petuahnya, ia yang menyadarkanku bahwa tidak baik bagiku untuk terus membenci Diana, ia pula yang memberi solusi agar aku bisa lebih tenang dan kembali bersikap biasa kepada Diana.
Hari demi haripun berlalu, aku kagum dengan sikap Via yang tampak dewasa, sampai akhirnya aku meminta ia mengirim foto kepadaku, ia memenuhinya dan betapa terkejutnya aku saat ternyata Via adalah ?
Gadis yang pernah bertemu denganku sekitar setahun yang lalu saat di sekolah, ….kami pernah bertemu dua kali…dan aku menyukainya…aku meyayanginya..namun aku tidak menyangka, kalau kenyataannya Via adalah sahabat Diana, lalu apa yang harus aku lakukan dengan cinta yang sempat terkubur karena waktu belum mengizinkan untuk bertemu, dan kini waktu telah mengizinkanku untuk kembali bertemu dan bersapa dengan gadis yang pernah aku suka setahun lalu, apa yang harus aku lakukan ? Apa yang harus aku lakukan kala cinta lama telah bersemi kembali dengan indahnya ?
Tuhan…Apa yang harus hamba lakukan ! Semua yang terjadi diluar kehendak hamba, hamba lemah, hamba tiada mampu mengatur hati hamba, Engkaulah yang memberi hamba cinta, Engkau juga yang memberi hamba kebencian.
Tuhan,,,Engkaulah yang memberi hamba cinta kepada Diana, Engkau jua yang membuat hamba membecinya ? Tuhan….Hapuslah benci ini, biarlah hati ini melupakan semua luka yang telah Diana beri….Tuhan…..Kenapa ? Kenapa Engkau berikan hati ini cinta untuk Via, cinta yang telah lama ada, kenapa harus menjadi sahabat Diana ? Apa yang harus hamba lakukan Tuhan….Apa yang harus hamba perbuat dengan cinta ini ?
Tuhan dengarkan pinta hamba ! Jika Via memang gadis yang terbaik untuk hamba, maka dekatkanlah kami namun jika ia bukan jodoh hamba, maka jauhkanlah hamba dari dia…
*****
1 September.
Malam terindah dimana aku telah banyak membagi kisah dengan Via, dimana aku mencoba memahami sosok Via semampuku, sampai akhirnya aku benar benar bisa menerimanya dengan semua kekurangannya, hingga malam itulah  aku benar-benar menyatakan perasaanku yang sesungguhnya.
“ Via..!” Panggilku liirh dari balik telepon, entah dimana sosok anggun Via berada, namun yang jelas raut wajah ayunya masih jelas terekam dalam jiwaku, membawa sebuah kerinduan yang kurasa tiada akan pernah berakhir.
“ Iya Mas….Enten nopo !” Balas Via lembut, aku terhenyak pelan, sungguh berbeda jiwaku kala aku berbicara dengan Via walau hanya lewat telepon, hatiku bersorak bahagia, benar-benar bahagia, ingin rasanya cepat-cepat aku menyatakan bahwa aku mecintainya, ingin rasanya aku mengatakan bahwa aku telah mecintainya sejak lama, sejak aku bertemu dengannya tanpa sengaja setahun lalu, tapi seketika, bayangan tentang Diana kembali menghantui, kembali menyiksaku, aku bimbang, aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan saat ini, aku takut jika aku benar-benar menyatakan cintaku pada Via, aku akan merusak hubungan persahabatan Diana dan Via, tapi jika aku menyimpan cintaku untuk Via, jiwaku pasti akan terluka lebih dalam lagi, ya Allah ! Apa yang harus hamba lakukan.
“ Mas…Ada apa ? Sudah larut malam lo….Kok belum tidur !”
Aku tergagap bingung, suara indah Via membuyarkan lamunanku, hatiku yang semula yakin untuk menyatakan cinta kepada Via, kini kembali meragu, semua terasa hampa.
“ Apa yang harus aku lakukan ?” Ujarku datar seraya menatap lugu kearah awan yang menghitam, dimana bintang gemintang bertaburan indah di atas sana, dimana rembulan seakan tersenyum untukku, seakan menyuruhku untuk segera menyatakan cinta kepada Via, bahkan kurasa angin malampun tak sabar ingin menyampaikan salam rinduku untuk Via, dan akupun hanya bisa mendesah dalam keraguan, bimbang menentukan pilihan dalam hidupku, pilihan antara luka dan bahagia.
“ Dek….Apa kamu sekarang melihat Rembulan ?” Tanyaku datar, pandanganku masih tetap  tertuju ke arah Rembulan yang bersinar Sempurna, indah.
“ Enjeh Mas…..Indah ya ! Via sekarang sedang bersama sahabat sahabat Via di alun-alun……Sedang istirahat  untuk perjalan kembali ke Pesantren…!”
Aku terdiam mendengar jawaban Via, kusadari malam ini adalah malam perpisahan untukku dan juga Via, malam terakhir dimana aku akan bercanda dengan Via, malam terakhir aku mendengar celotehannya yang menarik dan asyik, dan malam terakhir serta kesempatan terakhirku untuk menyatakan rinduku, atau tidak untuk selamanya, seketika aku teringat sebuah syair yang kudapatkan dari sebuah buka.
“ Orang terbodoh, adalah orang yang menyatakan cinta di atas nisan orang yang ia cintai !”
Ya ! Hatiku yang semula ragu, kini perlahan mulai kembali membangun istana keyakinan, istana yang berhias kerinduan dan cinta yang akan aku nyatakan pada Via.
“ Dek……..Apa kamu mau menjadi Rembulan ?”  Tanyaku datar, kurasa diujung sana Via juga tengah memandang rembulan yang tersenyum untukku malam ini, mencoba menghapus dukaku yang masih terasa karena cinta, kurasa Via tengah menampakkan senyum manis, senyum manis yang masih kuingat jelas, walau mungkin aku pernah bertemu dengannya beberapa bulan yang lalu.
“ Ingin Mas…….! Kalau Mas ingin menjadi apa ?”
“ Kalau Mas ingin menjadi angin…Soalnya dengan menjadi angin, Mas bisa berada kapan dan dimanapun untuk orang-orang yang Mas sayangi…Mas bisa bersama mereka walau mungkin keberadaan Mas tidak mereka temui….Tapi Mas akan selalu ada di sekeliling mereka…Karena Mas adalah angin..!”
“ Indah Mas…!” Puji Via, aku tersenyum simpul seraya menarik nafas panjang, mencoba menenangkan gemuruh dalam jiwaku.
“ Dek…..Bolehkah mas bertanya ?”
“ Silahkan Mas…!”
“ Apa di hati sampean ada sebuah nama yang sampean rindu ?” Tanyaku gugup, kurasa Via menyadari kegugupanku.
Hening, Via diam sejenak, sampai akhirnya dia membalik pertanyaan kepadaku.” Kalau dihati Mas…Apa ada seorang gadis yang Mas rindu ?”
Aku tercekat, tidak menyangka Via memalik pertanyaan, hatiku seketika kembali bimbang, teringat Via adalah sahabat Diana, dan kurasa tidak mungkin bagiku untuk menyatakan perasaan yang terpendam sejak lama sebelum aku mengenal Diana, sebelum Diana menyatakan cinta kepadaku, sebelum aku berkorban untuk belajar mecintai Diana, sampai akhirnya aku yang sudah benar-benar mencintai Diana, justru ia mengakhiri semua karena ketidak cocokan kami, dan dengan mudahnya dalam waktu yang singkat ia mencari sosok yang lain untuk ia cinta, sungguh hatiku benar-benar terluka.
“ Ada….Sebuah gadis yang pernah Mas temui sekitar setahun lalu saat di sekolah…dan juga gadis yang pernah menyapa Mas dengan senyuman indahnya..!” Balasku datar dengan kalimat sederhanaku.
“ Siapa nama gadis itu Mas ? Kalau boleh tahu sih..!”
Aku hening, bibirku terkatup rapat, perlahan aku membaca istighfar berkali kali, lalu membaca basmalah dalam sekali tarikan nafas beriring bibirku yang menyebut sebuah nama yang indah. Nama yang telah mengusik di kedalaman jiwaku, nama yang membuat aku kembali merasakan cinta, walau mungkin cinta telah melukaiku.
“ Afiya Zahratul Ulya !”
Tanpa ragu, kusebut nama panjang Via, nama gadis yang kini tengah berbicara denganku lewat telepon, akupun hanya mampu hening, sungguh aku tidak mengharapkan balasan bahwa Via juga akan mecintaiku, ia juga akan merinduku, namun setidaknya malam itu aku sudah tenang, karena aku masih diberi kesempatan oleh Allah untuk menyatakan cinta kepada orang yang benar-benar kucintai, daripada aku hanya menyimpan cinta yang hanya akan kembali melukai jiwaku.
“ Mas….Di dalam jiwaku juga ada sebuah nama ! Nama lelaki yang entah kenapa aku bisa mencintainya….Nama lelaki yang entah kenapa dengan mudahnya ia menjadi lelaki pertama yang pernah kurindu….Lelaki pertama yang pernah aku cintai..!”
“ Siapakah dia Dek ? “ potongku, hatiku berdebar cepat, ingin segera mengetahui siapakah lelaki yang dicintai Via, walau mungkin aku sedikt kecewa andai pernyataan cintaku hanya menjadi sebuah laporan tanpa jawaban.
“ Lana Zidan Ahmad Nawir Faza!”
Aku terhenyak dalam syukurku, entah apa yang kurasakan malam itu saat Via menyebut nama panjangku, saat Via menyatakan bahwa ia juga mencintaiku.
“ Dek……Bolehkan malam ini aku melamarmu kepada Tuhanku…….Biar para malaikat malam yang akan menjadi saksi bahwa aku mecintaimu…Bahwa aku ingin menjadi kekasihmu..! Apakah boleh ?”
“ Iya Mas……. !”
“ Apakah kamu siap…Menemani dan menyembuhkan luka yang kini bergelimang di dalam jiwa ini..!”
Insya Allah…Via siap Mas…!”
“ Terima kasih kasih……Mulai malam ini, aku  ingin mengetahui bahwa aku mencintaimu…dan Insya Allah akan selalu merindumu..!”
“ Aku juga mas…Via juga mecintai Mas…Terima kasih..!”
Aku diam, hanyut dalam bahasa yang tak kumengerti, ada bahagia dan duka yang melebur malam itu, bahagia karena cinta lama kembali hadir dan bersambut dengan indahnya, namun duka dan ketakutan juga menyeling saat aku menyadari bahwa Via adalah sahabat Diana, namun apa yang bisa kulakukan malam itu selain memasrahkan cinta kepada Dia Sang Maha Cinta, dia yang telah memberi cinta dihatiku dan hati Via, dia juga yang telah memberi jalan  cinta bagiku dan Via di malam ini, dan untuk selanjutnya aku tidak mengerti apa yang akan terjadi, apakah akan ada duka yang lebih mendalam ? Atau akan ada air mata yang meleleh dengan derasnya ? Atau mungkin akan ada perpisahan…Namun aku hanya hamba lemah, hamba yang hanya mampu beserah dengan semua yang aku alami, hamba yang hanya mampu tawakal kepada Dia yang telah mengatur semua ini.
Dan inilah sebuah falsafah cinta yang harus aku yakini dan aku jalani, bukan hanya diriku, tapi semua yang ingin mengenal cinta lebih dalam, dimana setiap orang yang mecintai, maka ia berhak menyatakan cinta, menolak dan menerimanya,  dimana saat seseorang mencintai dan mengingkrar janji, maka ia harus siap meneteskan air mata kala janji tak mampu tertepati, dimana di setiap seseorang mecinta dan bahagia, maka ia harus siap terluka dalam duka, dimana ketika seseorang mencintai dan memiliki, maka ia harus siap kehilangan, dimana setiap orang yang mencintai dan saling menjaga, maka ia harus siap dan bertahan kala ia diacuhkan, dimana kala seseorang mecinta dan mengerti, maka ia harus siap jua untuk tak mengerti, dimana setiap jiwa yang mencinta dan menunggu, maka ia harus siap kala sosok yang dicinta tak lagi bersama untuk sekarang dan selamanya.
“ Dan untuk selanjutnya cinta…Seorang aku tiada mengerti….Hanya Dia yang lebih mengerti tentang semua…Wallahua’lam..!”


13/03/13