Kehidupan
! Kalimat itulah pertama kali harus aku tuai dalam catatanku kali ini, entah
mengapa kalimat sederhana itu yang kerap kali bergelut dalam pikiranku, kalimat
yang telah mempertemukan jiwa kecilku dengan banyak hal yang tak pernah mampu
kubayangkan sebelumnya, tentang cinta, rindu, persahabatan dan juga seorang
sosok sederhana yang sangat kukagumi.
Panggil
saja aku Natasya, aku baru duduk di kelas 3 SMP, aku terlahir bersama saudara
kembarku Anastasya, tapi sayang Ana tidak bersamaku lebih lama, saat usianya
masih satu tahun Tuhan telah mengambilnya dari sisiku, ibu dan juga ayahku,
andai saja Ana ada bersamaku saat ini, tentu dalam ceritaku dia yang akan
kujadikan tokoh utama, aku juga yakin, dia juga akan terkagum-kagum dengan
sosok yang akan kuceritakan kali ini, dan memang harus kuceritakan.
Aku
terlahir dari keluarga kecukupan, aku hidup bersama seorang Ayah yang sangat
kucintai, serta seorang Ibu yang selalu mengerti banyak hal yang kubutuhkan dalam
kehidupan, lalu seorang Adik lelaki yang yang masih duduk di bangku SD. Sebenarnya
aku adalah anak tunggal di dalam keluargaku, tak ayal aku hidup dalam
kemanjaan, hidup dalam kasih sayang yang tak pernah aku bayangkan, lalu siapa
adik lelaki yang kuceritakan di atas ? Dia adalah saudara tiriku, keluargaku
mengangkatnya menjadi anak sejak Dokter memonis ibu tak lagi bisa memiliki anak
karena penyakit yang ibu derita, hingga aku benar benar menyayanginya bagai
saudaraku sendiri.
Namun
dibalik kehidupanku yang manja, ada beban besar yang terpikul di benakku
sebagai anak tunggal, sebuah beban yang selalu hadir dalam jiwaku saat teringat
tentang pesan ibu kala ia menceritakan tentang Ana belum lama ini, sebenarnya
aku tidak percaya kalau aku memiliki saudara kembar, ibupun membuktikannya
dengan mengajakku ke maqam Ana, dan
di maqam itulah kalimat permintaan
ibu terdengar begitu berat dan menekan batinku.
“
Ndok….Kamu adalah putri tunggal di keluarga kita… Ibu harap kamu bisa menjadi
yang terbaik bagi keluarga…..!”
Begitulah
! Kalimat yang ibu ucapkan waktu kami ziarah
ke maqam Ana, entah bagaimana Ana di Surga
sekarang ? Apa ia tumbuh sepertiku, apa mungkin ia lebih cantik dariku ? Aku tidak
tahu pasti, namun yang pasti sejak aku mengetahui kebenaran tentang kisahku,
aku merindukannya, merindukan saudara kembarku sekaligus adikku, Ana.
“
Tuhan jaga dia !” desahku lirih seraya menatap langit yang membiru sempurna pagi ini, berpadu dengan kabut tipis
yang menyelimuti perbukitan yang berada di belakang rumahku, lalu sinar
matahari yang baru muncul membuat suasana begitu mempersona, sebuah hari yang
indah, hari dimana aku kembali teringat tentang pesan ibu sebagai anak tunggal,
namun pertanyaanku, apa aku mampu menjadi seperti yang ibu harapkan ? Dan semua
terjawab setelah aku mengenal sosok lelaki dengan segala kesempurnaan yang
belum pernah aku temukan sebelumnya.
Inilah
kawan ! Lelaki yang akan kuperkenalkan lewat catatanku kali ini, ia lelaki
dengan pawakan tubuh tinggi, berkulit putih bersih, hidungnya bangir, pandangan matanya tajam namun
meneduhkan, lalu dipadu sebuah senyuman yang tampak dari barisan giginya yang
rapi membuat sosok lelaki itu menjadi idaman bagi setiap wanita yang menatapnya,
namun bukan tentang ketampanan lelaki itu yang membuat seorang aku meluangkan
waktu untuk menulis tentangnya, melainkan tentang sikap, sifat serta banyak hal
yang tidak pernah kutemukan pada diri lelaki lainnya.
Aku,
kami dan semua memanggilnya “ Papa Dayat”. Sebuah panggilan yang mengisyaratkan
bahwa aku, dan semua yang mengenalnya adalah anak dari seorang lelaki bernama
Dayat. Sebuah panggilan yang memang cocok kami berikan setelah kami mengetahui
dengan kepala kami sendiri tentang fakta di balik cerita seorang Papa Dayat.
Papa
Dayat ! Dia adalah seorang guru yang mengajar di SMP-ku, dia Guru teladan dari
semua Guru, Guru yang sangat disiplin walau jarak rumah ke sekolah hampir
memakan waktu 2 jam perjalanan, Papa Dayat hidup bersama istri dan 11 anaknya,
pertama kali aku mendengar tentang 11 anaknya, aku sempat tidak percaya,
penampilan Papa Dayat masih terlihat muda, dan tidak mungkin rasanya ia sudah
memiliki 11 anak, sampai akhirnya ia menceritakan tentang semua kisahnya
kepadaku, kepadaku yang sudah menganggap Papa Dayat sebagai ayah sejak ia
mengajariku mengaji di TPQ, mengajariku membaca kitab salaf, mengajari tentang islam yang ternyata begitu indah dan
istimewa.
Ternyata
! Papa Dayat tidak memiliki anak kandung, Papa Dayat hidup berdua dengan
istrinya, sampai akhirnya Papa Dayat mengangkat anak sebanyak sebelas orang
dari berbagai kalangan, sungguh lelaki yang istimewa, tapi bukan hanya itu, ia dengan
kehidupan sederhananya mampu menyekolahkan semua anaknya, bahkan sekarang dua
diantara anaknya sudah ada yang duduk di jenjang Kuliah, semua tentu bertanya
bagaimana seorang Papa Dayat yang hanya hidup dalam kesederhanaan mampu
melakukan semua itu, hidup bersama istri dan 11 anaknya, hingga menyekolahkan
mereka, sedangkan Papa Dayat hanya seorang Guru, lalu bagaimana bisa ?
“
Begitulah kehidupan yang Bapak jalani…Bapak yakini, Allah… Dia adalah Dzat yang
maha tahu…Dia Pasti akan memberi jalan bagi setiap hamba-Nya yang mau berusaha,
Dia pasti akan mempermudah hamba-Nya yang mau berserah diri kepada-Nya…..Jadi tidak
ada yang tidak mungkin bagi kekuasaan-Nya.. ….Kun Fayakun….Maka jadilah
!” ujar Papa Dayat kala mengajar di TPQ bersama teman temanku.
Sebuah
pesan yang kuyakini kebenarannya, akhirnya setelah aku mengenal Papa Dayat, kehidupanku
perlahan berubah, sifat manja yang kerap
kutunjukkan kepada kedua orang tuaku kini mulai menghilang, aku mulai mengerti
apa yang aku butuhkan sebagai anak tunggal, bukan hanya ilmu untuk kehidupanku,
melainkan ahlak dan semuanya yang akan membuat orang tuaku bangga.
Dan
tahukah engkau kawan ! Papa Dayat-lah yang membuat semua dalam kehidupanku
lebih berwarna, menunjukkanku jalan yang
lebih indah.
Papa dayat ! Papa Dayat ! Semoga akan
ada banyak ‘Papa Dayat’ yang terlahir di kehidupan selanjutnya….
****
Panggil
saja aku “Nada”, aku tinggal bersama Ibuku. Tapi jujur, jauh di dalam jiwaku,
aku tak mengerti, apakah benar perempuan yang hidup bersamaku selama ini adalah
Ibuku ? Sebuah pertanyaan beriring keraguanlah yang kerap muncul kala perempuan
ini memperlakukanku dengan keras, bukan seperti anaknya, sifat serta perlakuan
ibu kepadaku tidak wajar, ibu selalu memarahiku tidak peduli aku bersalah
ataupun tidak. Aku masih ingat, kejadian beberapa tahun yang lalu, saat aku
masih duduk di bangku kelas 2 SMP, aku pulang kerumah dengan luapan kegembiraan
karena menjadi rangking terbaik di kelas, akupun menujukkan rapot-ku kepada ibu
! Dan tahukan kamu kawan, apa yang terjadi saat itu.? Apa kalian mengira ibu
akan tersenyum dan mengucapkan selamat kepadaku? Tidak !! Justru saat itu Ibu hanya
acuh, tak memperdulikan rapot yang kuulurkan padanya, ia malah menyuruhku untuk
segera mengambil sapu lalu membersihkan halaman, sungguh hatiku sangat terluka
saat itu, benar-benar terluka, bagai seorang manusia yang bermimpi terbang
tinggi ke langit biru, namun ia terjatuh sebelum beberapa jengkal ia mampu menjangkau
langit, menyakitkan, benar-benar menyakitkan.
Lalu
tidak lama setelah kejadian itu, Ibu menyuruhku berhenti sekolah dengan alasan
biaya, akupun tidak bisa berbuat banyak, namun ternyata Allah berkehendak lain,
Kakak perempuanku yang berada di Hongkong menjadi TKW bersedia membiayai
sekolahku, tentu hal itu membuat aku senang, tapi ternyata, pendirian ibuku
tetap sama, ia tetap melarangku sekolah, aku tidak terima, aku benar benar
ingin sekolah saat itu, aku meminta dengan sangat kepada ibu, tapi ternyata ! Kekerasan
hati ibu belum mampu kuluhkan, al hasil ibu memarahiku habis-habisan, bahkan
mengusirku dari rumah.
Begitulah
kawan ? Sepenggal kisah tentang ibuku yang melarangku untuk mengejar impianku,
sampai akhirnya Tuhan mempertemukanku dengan seorang Lelaki tampan yang merubah
hidupku.
Aku
bertemu dengan lelaki itu saat aku pergi dari rumah, akupun menceritakan banyak
hal kepadanya tanpa ragu, tentang Kakak-ku, Keluargaku, lalu tentang Ibu yang
sama sekali tidak memperdulikan kehadiranku, Lelaki itupun hanya bisa
meneteskan air mata mendengar kisahku, sampai akhirnya ia memberi solusi yang
tidak pernah aku bayangkan.
“
Apakah kamu mau ikut Bapak….! Nanti biar Bapak yang meminta izin kepada
keluarga Nada……Insya Allah, bapak akan menyekolahkan Nada dimanapun
yang Nada mau, asal Nada mau berusaha dengan bersungguh sungguh..”
Akupun
langsung mengiyakan tanpa ragu, karena dari balik raut wajah lelaki itu
tersimpan ketenangan serta keteduhan
jiwa, lelaki itu bagai tetesan air di tengah gurun sahara yang sangat
dibutuhkan oleh semua musafir, dan
kini akulah musafir itu, musafir yang akhirnya ia angkat menjadi
seorang Anak, disekolahkan, hingga kini aku kuliah di Perguruan Tinggi Negri,
dan tahukan kalian siapa lelaki itu ?
‘ Dialah Papa Dayat’
****
Papa
Dayat ! Begitulah mereka semua orang memanggilku, entah kenapa mereka
memanggilku dengan sebutan “ Papa”, aku tidak mengerti, namun aku suka, yang
jelas di kehidupanku saat ini, Aku hidup bersama seorang istri yang sangat kucintai,
gadis yang kupinang berpuluh puluh tahun silam, aku juga hidup bersama 11 Anakku yang yang
kini tengah sibuk mengejar mimpinya masing-masing, dan kuharap kala aku menulis
tentang ketidaktahuanku tentang kehidupanku kali ini, semua akan membacanya,
membaca kisah sederhana yang pernah hadir dalam hidupku, sebuah kisah beriring
catatan rindu untuk semua yang mengenalku, serta Dia Dzat yang telah membuat
kehidupan ini lebih bermakna.
“
Terima kasih Tuhan..! Telah Engkau berikan kehidupan yang indah kali ini..!”
Blokagung.
21 maret 2013.
Oleh
: Muhamad Ardi Ansha El Zhemary : Penulis Novel “ Air Mata Nayla”.
Santri Pon.Pes
Darussalam-Blokagung-Tegalsari-Banyuwangi-Jawa Timur.
Mahasiswa STAIDA (Sekolah Tinggi Agama Islam
Darusalam) Jurusan Matematika Priode 2010
0 komentar:
Posting Komentar