Sabtu, Mei 18, 2013

Papa Dayat


Kehidupan ! Kalimat itulah pertama kali harus aku tuai dalam catatanku kali ini, entah mengapa kalimat sederhana itu yang kerap kali bergelut dalam pikiranku, kalimat yang telah mempertemukan jiwa kecilku dengan banyak hal yang tak pernah mampu kubayangkan sebelumnya, tentang cinta, rindu, persahabatan dan juga seorang sosok sederhana yang sangat kukagumi.
Panggil saja aku Natasya, aku baru duduk di kelas 3 SMP, aku terlahir bersama saudara kembarku Anastasya, tapi sayang Ana tidak bersamaku lebih lama, saat usianya masih satu tahun Tuhan telah mengambilnya dari sisiku, ibu dan juga ayahku, andai saja Ana ada bersamaku saat ini, tentu dalam ceritaku dia yang akan kujadikan tokoh utama, aku juga yakin, dia juga akan terkagum-kagum dengan sosok yang akan kuceritakan kali ini, dan memang harus kuceritakan.
Aku terlahir dari keluarga kecukupan, aku hidup bersama seorang Ayah yang sangat kucintai, serta seorang Ibu yang selalu mengerti banyak hal yang kubutuhkan dalam kehidupan, lalu seorang Adik lelaki yang yang masih duduk di bangku SD. Sebenarnya aku adalah anak tunggal di dalam keluargaku, tak ayal aku hidup dalam kemanjaan, hidup dalam kasih sayang yang tak pernah aku bayangkan, lalu siapa adik lelaki yang kuceritakan di atas ? Dia adalah saudara tiriku, keluargaku mengangkatnya menjadi anak sejak Dokter memonis ibu tak lagi bisa memiliki anak karena penyakit yang ibu derita, hingga aku benar benar menyayanginya bagai saudaraku sendiri.
Namun dibalik kehidupanku yang manja, ada beban besar yang terpikul di benakku sebagai anak tunggal, sebuah beban yang selalu hadir dalam jiwaku saat teringat tentang pesan ibu kala ia menceritakan tentang Ana belum lama ini, sebenarnya aku tidak percaya kalau aku memiliki saudara kembar, ibupun membuktikannya dengan mengajakku ke maqam Ana, dan di maqam itulah kalimat permintaan ibu terdengar begitu berat dan menekan batinku.
“ Ndok….Kamu adalah putri tunggal di keluarga kita… Ibu harap kamu bisa menjadi yang terbaik bagi keluarga…..!”
Begitulah ! Kalimat yang ibu ucapkan waktu kami ziarah ke maqam Ana, entah bagaimana Ana di Surga sekarang ? Apa ia tumbuh sepertiku, apa mungkin ia lebih cantik dariku ? Aku tidak tahu pasti, namun yang pasti sejak aku mengetahui kebenaran tentang kisahku, aku merindukannya, merindukan saudara kembarku sekaligus adikku, Ana.
“ Tuhan jaga dia !” desahku lirih seraya menatap langit yang membiru  sempurna pagi ini, berpadu dengan kabut tipis yang menyelimuti perbukitan yang berada di belakang rumahku, lalu sinar matahari yang baru muncul membuat suasana begitu mempersona, sebuah hari yang indah, hari dimana aku kembali teringat tentang pesan ibu sebagai anak tunggal, namun pertanyaanku, apa aku mampu menjadi seperti yang ibu harapkan ? Dan semua terjawab setelah aku mengenal sosok lelaki dengan segala kesempurnaan yang belum pernah aku temukan sebelumnya.
Inilah kawan ! Lelaki yang akan kuperkenalkan lewat catatanku kali ini, ia lelaki dengan pawakan tubuh tinggi, berkulit putih bersih, hidungnya bangir, pandangan matanya tajam namun meneduhkan, lalu dipadu sebuah senyuman yang tampak dari barisan giginya yang rapi membuat sosok lelaki itu menjadi idaman bagi setiap wanita yang menatapnya, namun bukan tentang ketampanan lelaki itu yang membuat seorang aku meluangkan waktu untuk menulis tentangnya, melainkan tentang sikap, sifat serta banyak hal yang tidak pernah kutemukan pada diri lelaki lainnya.
Aku, kami dan semua memanggilnya “ Papa Dayat”. Sebuah panggilan yang mengisyaratkan bahwa aku, dan semua yang mengenalnya adalah anak dari seorang lelaki bernama Dayat. Sebuah panggilan yang memang cocok kami berikan setelah kami mengetahui dengan kepala kami sendiri tentang fakta di balik cerita seorang Papa Dayat.
Papa Dayat ! Dia adalah seorang guru yang mengajar di SMP-ku, dia Guru teladan dari semua Guru, Guru yang sangat disiplin walau jarak rumah ke sekolah hampir memakan waktu 2 jam perjalanan, Papa Dayat hidup bersama istri dan 11 anaknya, pertama kali aku mendengar tentang 11 anaknya, aku sempat tidak percaya, penampilan Papa Dayat masih terlihat muda, dan tidak mungkin rasanya ia sudah memiliki 11 anak, sampai akhirnya ia menceritakan tentang semua kisahnya kepadaku, kepadaku yang sudah menganggap Papa Dayat sebagai ayah sejak ia mengajariku mengaji di TPQ, mengajariku membaca kitab salaf, mengajari tentang islam yang ternyata begitu indah dan istimewa.
Ternyata ! Papa Dayat tidak memiliki anak kandung, Papa Dayat hidup berdua dengan istrinya, sampai akhirnya Papa Dayat mengangkat anak sebanyak sebelas orang dari berbagai kalangan, sungguh lelaki yang istimewa, tapi bukan hanya itu, ia dengan kehidupan sederhananya mampu menyekolahkan semua anaknya, bahkan sekarang dua diantara anaknya sudah ada yang duduk di jenjang Kuliah, semua tentu bertanya bagaimana seorang Papa Dayat yang hanya hidup dalam kesederhanaan mampu melakukan semua itu, hidup bersama istri dan 11 anaknya, hingga menyekolahkan mereka, sedangkan Papa Dayat hanya seorang Guru, lalu bagaimana bisa ?
“ Begitulah kehidupan yang Bapak jalani…Bapak yakini, Allah… Dia adalah Dzat yang maha tahu…Dia Pasti akan memberi jalan bagi setiap hamba-Nya yang mau berusaha, Dia pasti akan mempermudah hamba-Nya yang mau berserah diri kepada-Nya…..Jadi tidak ada yang tidak mungkin bagi kekuasaan-Nya.. ….Kun Fayakun….Maka jadilah !” ujar Papa Dayat kala mengajar di TPQ bersama teman temanku.
Sebuah pesan yang kuyakini kebenarannya, akhirnya setelah aku mengenal Papa Dayat, kehidupanku perlahan berubah,  sifat manja yang kerap kutunjukkan kepada kedua orang tuaku kini mulai menghilang, aku mulai mengerti apa yang aku butuhkan sebagai anak tunggal, bukan hanya ilmu untuk kehidupanku, melainkan ahlak dan semuanya yang akan membuat orang tuaku bangga.
Dan tahukah engkau kawan ! Papa Dayat-lah yang membuat semua dalam kehidupanku lebih berwarna, menunjukkanku  jalan yang lebih indah.
Papa dayat ! Papa Dayat ! Semoga akan ada banyak ‘Papa Dayat’ yang terlahir di kehidupan selanjutnya….
****
Panggil saja aku “Nada”, aku tinggal bersama Ibuku. Tapi jujur, jauh di dalam jiwaku, aku tak mengerti, apakah benar perempuan yang hidup bersamaku selama ini adalah Ibuku ? Sebuah pertanyaan beriring keraguanlah yang kerap muncul kala perempuan ini memperlakukanku dengan keras, bukan seperti anaknya, sifat serta perlakuan ibu kepadaku tidak wajar, ibu selalu memarahiku tidak peduli aku bersalah ataupun tidak. Aku masih ingat, kejadian beberapa tahun yang lalu, saat aku masih duduk di bangku kelas 2 SMP, aku pulang kerumah dengan luapan kegembiraan karena menjadi rangking terbaik di kelas, akupun menujukkan rapot-ku kepada ibu ! Dan tahukan kamu kawan, apa yang terjadi saat itu.? Apa kalian mengira ibu akan tersenyum dan mengucapkan selamat kepadaku? Tidak !! Justru saat itu Ibu hanya acuh, tak memperdulikan rapot yang kuulurkan padanya, ia malah menyuruhku untuk segera mengambil sapu lalu membersihkan halaman, sungguh hatiku sangat terluka saat itu, benar-benar terluka, bagai seorang manusia yang bermimpi terbang tinggi ke langit biru, namun ia terjatuh sebelum beberapa jengkal ia mampu menjangkau langit, menyakitkan, benar-benar menyakitkan.
Lalu tidak lama setelah kejadian itu, Ibu menyuruhku berhenti sekolah dengan alasan biaya, akupun tidak bisa berbuat banyak, namun ternyata Allah berkehendak lain, Kakak perempuanku yang berada di Hongkong menjadi TKW bersedia membiayai sekolahku, tentu hal itu membuat aku senang, tapi ternyata, pendirian ibuku tetap sama, ia tetap melarangku sekolah, aku tidak terima, aku benar benar ingin sekolah saat itu, aku meminta dengan sangat kepada ibu, tapi ternyata ! Kekerasan hati ibu belum mampu kuluhkan, al hasil ibu memarahiku habis-habisan, bahkan mengusirku dari rumah.
Begitulah kawan ? Sepenggal kisah tentang ibuku yang melarangku untuk mengejar impianku, sampai akhirnya Tuhan mempertemukanku dengan seorang Lelaki tampan yang merubah hidupku.
Aku bertemu dengan lelaki itu saat aku pergi dari rumah, akupun menceritakan banyak hal kepadanya tanpa ragu, tentang Kakak-ku, Keluargaku, lalu tentang Ibu yang sama sekali tidak memperdulikan kehadiranku, Lelaki itupun hanya bisa meneteskan air mata mendengar kisahku, sampai akhirnya ia memberi solusi yang tidak pernah aku bayangkan.
“ Apakah kamu mau ikut Bapak….! Nanti biar Bapak yang meminta izin kepada keluarga Nada……Insya Allah, bapak akan menyekolahkan Nada dimanapun yang Nada mau, asal Nada mau berusaha dengan bersungguh sungguh..”
Akupun langsung mengiyakan tanpa ragu, karena dari balik raut wajah lelaki itu tersimpan   ketenangan serta keteduhan jiwa, lelaki itu bagai tetesan air di tengah gurun sahara yang sangat dibutuhkan oleh semua musafir, dan kini akulah musafir itu, musafir yang akhirnya ia angkat menjadi seorang Anak, disekolahkan, hingga kini aku kuliah di Perguruan Tinggi Negri, dan tahukan kalian siapa lelaki itu ?
‘ Dialah Papa Dayat’
****
Papa Dayat ! Begitulah mereka semua orang memanggilku, entah kenapa mereka memanggilku dengan sebutan “ Papa”, aku tidak mengerti, namun aku suka, yang jelas di kehidupanku saat ini, Aku hidup bersama seorang istri yang sangat kucintai, gadis yang kupinang berpuluh puluh tahun silam,  aku juga hidup bersama 11 Anakku yang yang kini tengah sibuk mengejar mimpinya masing-masing, dan kuharap kala aku menulis tentang ketidaktahuanku tentang kehidupanku kali ini, semua akan membacanya, membaca kisah sederhana yang pernah hadir dalam hidupku, sebuah kisah beriring catatan rindu untuk semua yang mengenalku, serta Dia Dzat yang telah membuat kehidupan ini lebih bermakna.
“ Terima kasih Tuhan..! Telah Engkau berikan kehidupan yang indah kali ini..!”

Blokagung. 21 maret 2013.  

Oleh : Muhamad Ardi Ansha El Zhemary : Penulis Novel “ Air Mata Nayla”.
Santri Pon.Pes Darussalam-Blokagung-Tegalsari-Banyuwangi-Jawa Timur.
Mahasiswa STAIDA (Sekolah Tinggi Agama Islam Darusalam) Jurusan Matematika Priode 2010



0 komentar: