Kamis, November 21, 2013

Atom

1
Benda kecil itu masih saja berputar selaras gerakan poros bumi, sesekali berhenti menarik nafas, berharap semoga dia akan segera bebas dari kelungan waktu dan mengantarnya keluar, menghirup udara segar bumi, memberi warna bagi kehidupan, tapi mungkin saat ini belum saatnya keluar, sehingga dia terus saja berputar, berada di antara benda-benda yang jauh lebih besar di dalam bumi, dan sesekali benda kecil itu beradu dengan benda lainnya, tak ayal tubuh kecil itu terlempar, lalu kembali berputar dan terus berputar tanpa henti.
Ukurannya yang kecil, seakan tak memiliki makna sama sekali, tapi di balik ukuran tubuh yang kecil, dia memiliki peran yang penting dalam tersusunnya bumi wa ma fihaa (dan semua yang ada di dalam bumi ). Dia adalah komponen legal yang di perlukan oleh semua mahluk dalam merintis waktu, semua yang bernafas, baik mereka yang sudah mengenal baik benda kecil itu atau bahkan belum menggenal sama sekali benda kecil itu, termasuk manusia. Mereka mulai berkenalan dengan benda kecil itu saat mereka menginjakkan kaki di bangku sekolah, itupun tidak semudah yang dikira, tak semuanya tahu, karena dia kecil, dan mata tidaklah mampu menjangkau kelembutannya yang lebih menyerupai jisim lembut para malaikat,
Kecil. Sehingga para manusia harus terus berfikir, memeras otak mereka agar bisa menemukan cara untuk mengetahui keberadaan benda kecil itu, yang konon mempunyai makna dan nilai yang sangat tinggi, tiada terbandingi. Sampai akhirnya sebuah penemuan hebat berhasil di lakukan seorang ilmuwan bernama Antony Van Leeuwenhoek pada tahun 1632-1723  dengan penemuannya yang di beri nama miskroskop, dan sejak saat itu semua terbukti, dan benda itu mulai di kenal sejarah, tercatat di buku-buku pelajaran, artikel, karya ilmiah, juga skripsi serta tesis para mahasiswa, sebuah penemuan yang membanggakan, dan benda kecil itu selalu tersenyum sejak saat itu, karena namanya harum dan melanglang buana,membuatnya tidak sabar untuk segera menghirup udara bebas bumi, setelah berlama-lama bercampur di dalam kedalaman tanah, sampai menunggu saat untuk berada di permukaan, lalu terserap oleh akar pohon yang menjulur dari sudut bumi satu satu ke sudut lain, bercampur dengan mineral, hydrogen, oksigen, air dan berbagai zat yang juga sudah lama terkubur di dalam tanah, bahkan berbagai jenis kuman, protozoa, amoeba, mikroba dan berbagai hewan ber sel satu lainnya sering kali berkeliling di sekitar tubuh kecil itu. Dan terkadang semuanya ikut masuk, terserap di tubuh tumbuhan yang juga membawa tubuh benda kecil itu, membantu semua zat itu untuk melaksanakan tugasnya.
Setelah sekian lama berada di dalam tubuh tumbuhan, benda kecil itu terus menunggu, dan menunggu, hingga pohon itu berkembang dan tumbuh besar, tapi dia masih terus menunggu, dan benda kecil itu masih harus melakukan perjalanan menuju buah hasil dari fotosintesis tumbuhan tempat dia menunggu.

2

Beberapa waktu yang dilewatkan benda kecil itu, akhirnya membawa sebuah jawaban. Dia bisa juga sampai di buah yang telah lama ditunggunya, tapi sayang..lagi-lagi dia harus menunggu, dengan sabar benda kecil itu menunggu, namun terkadang kesabarannya hilang seiring berbagai cobaan dan masalah yang silih berganti, mulai dari tempat yang sesak, penuh dengan protozoa yang mengganggu, kuman-kuman dan berbagai hewan ber sel satu lainnya yang mencoba mengusirnya dari golongan, bahkan dia terkadang menggerutu saat tahu tumbuhan di sebelahnya lebih dulu dipanen, sehingga teman-temannya yang lain lebih dulu bisa menghirup udara bebas.
“ Kenapa aku masuk kedalam tubuhmu …… Pohon lambat ?” ujar tubuh kecil sedih, wajahnya cemberut ada mendung hitam di pelupuk bola matanya.
“ Sabar saja..mungkin kita masih lama. Dan aku yakin Dia akan memberikan yang terbaik buat kamu..” balas sang pohon.
Dialog terus terjadi di antara benda kecil dan benda-benda lainnya yang juga tengah menunggu, berbicara tentang cita-cita, kesenangan, dan persiapan untuk menyambut dunia baru, dan benda kecil itu juga memiliki cita-cita. Untuk tetap meneruskan perjuangan ayah dan kakeknya, benda yang sudah terpupus oleh waktu sehingga melahirkan benda kecil itu, dan itulah duka yang harus ditanggung benda kecil itu dan bangsanya, tiada akan pernah melihat keluarga mereka, ayah dan ibu, karena kelahiran benda kecil itu, berarti kematian untuk ayah dan ibu mereka, sungguh ironis.
Ternyata perjuangan benda kecil itu tak hanya sampai di situ. Hujan yang mulai turun tak menentu, panas yang kurang sehingga proses fotosintesis berjalan lambat, semua itu terkadang membuat tubuh benda kecil itu menggigil dingin, sakit, bahkan rasa putus asa hampir berhasil mengalahkannya, namun cita-cita yang diembannya dari sang ayah dan kakek mampu membuatnya tetap bersabar, bertahan dan menunggu sampai saat dia akan keluar dan membantu mahluk luar itu untuk hidup, dan setelah itu dia akan segera menghasilkan generasi baru ketika sudah tiba saatnya.

3

Penungguan masih saja di lakukan benda kecil itu, bersama semua sahabatnya dari berbagai suku dan golongan. Dengan sabar semua menunggu, karena hakikat dari hidup adalah untuk menunggu.
Dentangan waktu yang beriring musim yang telah memproklamasikan bahwa semua telah siap untuk berubah, buah hasil tanaman tempat tubuh kecil itu menungu akhirnya berganti warna, merah merona, petanda siap untuk di penen, hati tubuh kecil berdebar-debar tak menentu bergejolak gembira, dan seuntai doa melayang menembus langit biru.
Di balik kegembiraan tubuh kecil itu, ada sesuatu yang tak diharap, saat dua  mahluk datang mendekat ke pohon itu. Dan salah satunya berbicara dengan nada sesal.
“ Aduh udah saat panen….Eh ternyata majikan malah sakit, jadi lebih baik di tunda sampai bulan depan….Pasti buah yang masak ini akan jatuh dahulu sebelum dipanen. ..”
Sebuah suara yang tidak diharapkan tubuh kecil itu, dia menangis, sedih, tumbuhan mencoba menenangkannya, tapi tak bisa.

4

Waktu yang terus berlalu, satu persatu sahabat tubuh kecil meninggalkannya, dia kesepian, kini hanya dia yang berada dalam buah yang siap dipanen, tiada teman, tapi duka yang sejak lusa hadir perlahan berganti ketegaran, karena dia yakin, majikan yang memilki buah itu tidak akan membiarkan buahnya jatuh dan busuk, dia yakin, dan dia selalu berdoa untuk sang majikan agar segera sembuh dan memanen buah yang kini benda kecil itu ada di dalamnya, menunggu selama bertahun-tahun bahkan berjuta-juta tahun, untuk siap berubah demi kehidupan.
Tumbuhan yang melihat ketegaran benda kecil itu tersenyum haru, lalu sekuat tenaga mencoba memanggil semua sahabat benda kecil itu agar kembali.
“ Hei kalian..! Apakah kalian tidak malu dengan saudara kalian ini.?.Lihatlah..! ketegarannya, walaupun tubuhnya lebih kecil dari tubuh kalian, tapi dia memiliki jiwa yang tidak kalian miliki..kembalilah..”
Mendengar teriakan tumbuhan yang begitu lantang, menjalar melewati celah udara yang terdapat di kambium maupun ruang udara di sekitar tubuh tumbuhan itu, semua sahabat benda kecil itu terdiam, bingung.
“ Mungkin benar apa yang dikatakannya…? Ayo kita kembali..!..Oh ya….dan sekalian ajak semuanya, agar mengikuti si kecil yang semangat itu…” ujar mineral memberi komando.
Berbondong-bondong semua datang, benda kecil menyambut dengan bahagia. Tiada dendam dan kebencian, lalu bersama mereka berdoa untuk majikan mereka agar cepat sembuh, berkumpul dalam buah yang siap di panen.

5

Hujan yang turun deras, akhirya segera memberi jawaban bagi semua yang tengah menunggu. Di balik buah yang mulai memerah lezat itu, seorang lelaki datang dengan membawa payung, bajunya basah kuyup,. Lelaki itu terus berjalan seraya mengamati kebun apel miliknya. Dialah sang majikan.
“ Sudah dua minggu aku tidak ke sini….” desah lelaki itu masih terus mengamati kebun apelnya, sesekali lelaki itu membersihkan rumput yang berada di sekitar kebun.
Dan di saat yang sama, pandangan lelaki itu tertuju pada sebuah apel besar yang merah merona, tampak lezat.
“ Ini pasti cocok untuk istriku yang sedang hamil..” ujar lelaki itu lirih, dengan lincah tangan lelaki itu menggapai apel yang tidak begitu tinggi. Lelaki itu membaca basmallah, lalu tersenyum, dan dengan sekejap apel itu berpindah ke tangan lelaki itu.
Bersamaan dengan itu, semuanya, termasuk benda kecil itu teriak gembira, “Ternyata kita berhasil….!”
Semua berteriak senang, ternyata di balik waktu menungu yang lumayan lama, bahkan sangat lama. Semua terjawab, dan benda kecil itu akan segera menjadi benda baru, penghasil generasi baru. Atom.

26 April 2011

Muhamad Ardi Ansha El Zhemary, penulis novel Air Mata Nayla. Santri Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung, Tegal Sari Banyuwangi.

0 komentar: