1
Benda kecil
itu masih saja berputar selaras gerakan poros bumi, sesekali berhenti menarik
nafas, berharap semoga dia akan segera bebas dari kelungan waktu dan
mengantarnya keluar, menghirup udara segar bumi, memberi warna bagi kehidupan,
tapi mungkin saat ini belum saatnya keluar, sehingga dia terus saja berputar,
berada di antara benda-benda yang jauh lebih besar di dalam bumi, dan sesekali
benda kecil itu beradu dengan benda lainnya, tak ayal tubuh kecil itu
terlempar, lalu kembali berputar dan terus berputar tanpa henti.
Ukurannya
yang kecil, seakan tak memiliki makna sama sekali, tapi di balik ukuran tubuh
yang kecil, dia memiliki peran yang penting dalam tersusunnya bumi wa ma fihaa (dan semua yang ada di dalam
bumi ). Dia adalah komponen legal yang
di perlukan oleh semua mahluk dalam merintis waktu, semua yang bernafas, baik
mereka yang sudah mengenal baik benda kecil itu atau bahkan belum menggenal
sama sekali benda kecil itu, termasuk manusia. Mereka mulai berkenalan dengan
benda kecil itu saat mereka menginjakkan kaki di bangku sekolah, itupun tidak
semudah yang dikira, tak semuanya tahu, karena dia kecil, dan mata tidaklah
mampu menjangkau kelembutannya yang lebih menyerupai jisim lembut para malaikat,
Kecil.
Sehingga para manusia harus terus berfikir, memeras otak mereka agar bisa
menemukan cara untuk mengetahui keberadaan benda kecil itu, yang konon
mempunyai makna dan nilai yang sangat tinggi, tiada terbandingi. Sampai akhirnya
sebuah penemuan hebat berhasil di lakukan seorang ilmuwan bernama Antony
Van Leeuwenhoek pada tahun 1632-1723 dengan penemuannya yang di beri nama miskroskop, dan sejak saat itu semua
terbukti, dan benda itu mulai di kenal sejarah, tercatat di buku-buku
pelajaran, artikel, karya ilmiah, juga skripsi serta tesis para mahasiswa,
sebuah penemuan yang membanggakan, dan benda kecil itu selalu tersenyum sejak
saat itu, karena namanya harum dan melanglang buana,membuatnya tidak sabar
untuk segera menghirup udara bebas bumi, setelah berlama-lama bercampur di
dalam kedalaman tanah, sampai menunggu saat untuk berada di permukaan, lalu
terserap oleh akar pohon yang menjulur dari sudut bumi satu satu ke sudut lain,
bercampur dengan mineral, hydrogen,
oksigen, air dan berbagai zat yang juga sudah lama terkubur di dalam tanah,
bahkan berbagai jenis kuman, protozoa,
amoeba, mikroba dan berbagai hewan ber sel satu lainnya sering kali
berkeliling di sekitar tubuh kecil itu. Dan terkadang semuanya ikut masuk,
terserap di tubuh tumbuhan yang juga membawa tubuh benda kecil itu, membantu
semua zat itu untuk melaksanakan tugasnya.
Setelah sekian
lama berada di dalam tubuh tumbuhan, benda kecil itu terus menunggu, dan
menunggu, hingga pohon itu berkembang dan tumbuh besar, tapi dia masih terus
menunggu, dan benda kecil itu masih harus melakukan perjalanan menuju buah
hasil dari fotosintesis tumbuhan
tempat dia menunggu.
2
Beberapa
waktu yang dilewatkan benda kecil itu, akhirnya membawa sebuah jawaban. Dia bisa
juga sampai di buah yang telah lama ditunggunya, tapi sayang..lagi-lagi dia harus
menunggu, dengan sabar benda kecil itu menunggu, namun terkadang kesabarannya hilang
seiring berbagai cobaan dan masalah yang silih berganti, mulai dari tempat yang
sesak, penuh dengan protozoa yang
mengganggu, kuman-kuman dan berbagai hewan ber sel satu lainnya yang mencoba
mengusirnya dari golongan, bahkan dia terkadang menggerutu saat tahu tumbuhan
di sebelahnya lebih dulu dipanen, sehingga teman-temannya yang lain lebih dulu
bisa menghirup udara bebas.
“ Kenapa aku
masuk kedalam tubuhmu …… Pohon lambat ?” ujar tubuh kecil sedih, wajahnya
cemberut ada mendung hitam di pelupuk bola matanya.
“ Sabar saja..mungkin
kita masih lama. Dan aku yakin Dia akan memberikan yang terbaik buat kamu..”
balas sang pohon.
Dialog terus
terjadi di antara benda kecil dan benda-benda lainnya yang juga tengah menunggu,
berbicara tentang cita-cita, kesenangan, dan persiapan untuk menyambut dunia
baru, dan benda kecil itu juga memiliki cita-cita. Untuk tetap meneruskan
perjuangan ayah dan kakeknya, benda yang sudah terpupus oleh waktu sehingga
melahirkan benda kecil itu, dan itulah duka yang harus ditanggung benda kecil
itu dan bangsanya, tiada akan pernah melihat keluarga mereka, ayah dan ibu,
karena kelahiran benda kecil itu, berarti kematian untuk ayah dan ibu mereka,
sungguh ironis.
Ternyata
perjuangan benda kecil itu tak hanya sampai di situ. Hujan yang mulai turun tak
menentu, panas yang kurang sehingga proses fotosintesis
berjalan lambat, semua itu terkadang membuat tubuh benda kecil itu menggigil
dingin, sakit, bahkan rasa putus asa hampir berhasil mengalahkannya, namun
cita-cita yang diembannya dari sang ayah dan kakek mampu membuatnya tetap
bersabar, bertahan dan menunggu sampai saat dia akan keluar dan membantu mahluk
luar itu untuk hidup, dan setelah itu dia akan segera menghasilkan generasi
baru ketika sudah tiba saatnya.
3
Penungguan
masih saja di lakukan benda kecil itu, bersama semua sahabatnya dari berbagai
suku dan golongan. Dengan sabar semua menunggu, karena hakikat dari hidup
adalah untuk menunggu.
Dentangan
waktu yang beriring musim yang telah memproklamasikan bahwa semua telah siap
untuk berubah, buah hasil tanaman tempat tubuh kecil itu menungu akhirnya berganti
warna, merah merona, petanda siap untuk di penen, hati tubuh kecil
berdebar-debar tak menentu bergejolak gembira, dan seuntai doa melayang
menembus langit biru.
Di balik
kegembiraan tubuh kecil itu, ada sesuatu yang tak diharap, saat dua mahluk datang mendekat ke pohon itu. Dan
salah satunya berbicara dengan nada sesal.
“ Aduh udah
saat panen….Eh ternyata majikan malah sakit, jadi lebih baik di tunda sampai
bulan depan….Pasti buah yang masak ini akan jatuh dahulu sebelum dipanen. ..”
Sebuah suara
yang tidak diharapkan tubuh kecil itu, dia menangis, sedih, tumbuhan mencoba
menenangkannya, tapi tak bisa.
4
Waktu yang
terus berlalu, satu persatu sahabat tubuh kecil meninggalkannya, dia kesepian,
kini hanya dia yang berada dalam buah yang siap dipanen, tiada teman, tapi duka
yang sejak lusa hadir perlahan berganti ketegaran, karena dia yakin, majikan yang
memilki buah itu tidak akan membiarkan buahnya jatuh dan busuk, dia yakin, dan
dia selalu berdoa untuk sang majikan agar segera sembuh dan memanen buah yang
kini benda kecil itu ada di dalamnya, menunggu selama bertahun-tahun bahkan
berjuta-juta tahun, untuk siap berubah demi kehidupan.
Tumbuhan yang
melihat ketegaran benda kecil itu tersenyum haru, lalu sekuat tenaga mencoba
memanggil semua sahabat benda kecil itu agar kembali.
“ Hei kalian..!
Apakah kalian tidak malu dengan saudara kalian ini.?.Lihatlah..! ketegarannya,
walaupun tubuhnya lebih kecil dari tubuh kalian, tapi dia memiliki jiwa yang
tidak kalian miliki..kembalilah..”
Mendengar
teriakan tumbuhan yang begitu lantang, menjalar melewati celah udara yang
terdapat di kambium maupun ruang
udara di sekitar tubuh tumbuhan itu, semua sahabat benda kecil itu terdiam,
bingung.
“ Mungkin benar
apa yang dikatakannya…? Ayo kita kembali..!..Oh ya….dan sekalian ajak semuanya,
agar mengikuti si kecil yang semangat itu…” ujar mineral memberi komando.
Berbondong-bondong
semua datang, benda kecil menyambut dengan bahagia. Tiada dendam dan kebencian,
lalu bersama mereka berdoa untuk majikan mereka agar cepat sembuh, berkumpul
dalam buah yang siap di panen.
5
Hujan yang
turun deras, akhirya segera memberi jawaban bagi semua yang tengah menunggu. Di
balik buah yang mulai memerah lezat itu, seorang lelaki datang dengan membawa
payung, bajunya basah kuyup,. Lelaki itu terus berjalan seraya mengamati kebun
apel miliknya. Dialah sang majikan.
“ Sudah dua
minggu aku tidak ke sini….” desah lelaki itu masih terus mengamati kebun
apelnya, sesekali lelaki itu membersihkan rumput yang berada di sekitar kebun.
Dan di saat
yang sama, pandangan lelaki itu tertuju pada sebuah apel besar yang merah
merona, tampak lezat.
“ Ini pasti
cocok untuk istriku yang sedang hamil..” ujar lelaki itu lirih, dengan lincah
tangan lelaki itu menggapai apel yang tidak begitu tinggi. Lelaki itu membaca basmallah, lalu tersenyum, dan dengan
sekejap apel itu berpindah ke tangan lelaki itu.
Bersamaan
dengan itu, semuanya, termasuk benda kecil itu teriak gembira, “Ternyata kita
berhasil….!”
Semua
berteriak senang, ternyata di balik waktu menungu yang lumayan lama, bahkan
sangat lama. Semua terjawab,
dan benda kecil itu akan segera menjadi benda baru, penghasil generasi baru.
Atom.
26 April 2011
Muhamad Ardi Ansha El Zhemary, penulis novel Air Mata Nayla.
Santri Pondok Pesantren Darussalam,
Blokagung, Tegal Sari Banyuwangi.
0 komentar:
Posting Komentar