Minggu, Februari 12, 2012

Gadis Perempatan Mimpi



Malam yang mulai diselubungi selimut kesunyian, mulai mengantar mata-mata yang lelah untuk segera menjamah alam mimpi. Semilir angin yang sesekali berhembus, menghumbar dingin yang mencekat. Di sebuah rumah sederhana di perempatan mimpi, begitulah orang menyebutnya, perempatan mimpi. Karena di perempatan itu mereka seperti bermimpi, tepatnya ketika mereka masuk dan bergumul dengan para penghuni rumah. Satu persatu para manusia itu datang, lalu pulang dengan membawa gandengan masing-masing. Tawa selalu terukir di setiap langkah mereka.
Saat mereka benar-benar telah masuk dan bergumul dengan penghuni rumah itu, tentu pandangan mereka akan tertuju pada sosok gadis cantik nan rupawan. Bibirnya yang merah merekah, indah. Bulu lentik serta sorot matanya yang tajam selalu mengudang para kumbang jantan untuk segera mencicipi madunya. Suaranya yang merdu dan khas, mampu memberi ketenangan hati-hati yang gelisah. Desahan lirihnya bak iringan musik dari para Bidadari.
            Gadis itu tampak tenang, duduk di kursi sudut yang mulai tampak kusam sambil sesekali mengumbar senyum kepada para tamu-tamu yang berdatangan di rumah sederhana kediamannya. Tak jarang para tamu yang ingin mengajaknya, tapi dengan senyum yang dikulum manja gadis ayu itu berkata.
“ Maaf Mas, sudah ada yang pesan! “ sebuah jawaban singkat yang berarti segera menyuruh untuk mencari gadis lain yang juga tinggal serumah dengannya. Gadis itu kembali tersenyum seraya mengarahkan sorot bening bola matanya ke seluruh penjuru ruangan. Cahaya remang-remang menghiasi sekitar, berteman dengan para manusia yang sudah sibuk dengan nafsu mereka, mencari dan memilah apa yang mereka inginkan. Hanya cahaya lampu neon 10 watt yang menerangi rumah sederhana itu, suasana malam yang memang sengaja dibuat khas dan berbeda dengan rumah-rumah sederhana lainnya.
Senyum yang sembari tadi merekah, dan dikulum manja, lenyap seketika, seiring jari-jari lentiknya yang menjamah sebungkus rokok filter didepannya, lalu menyulutnya. Asap rokok membumbung tinggi di udara, bibir merah itupun mendesis lirih, menikmati hisapan demi hisapan rokoknya. Asap yang terus mengepul semakin meninggi, mencoba keluar dari rumah sederhana yang penuh sesak dengan para manusia yang tengah berteman dengan nafsu mereka.
Gadis itu segera menoleh ke belakang, saat menyadari seseorang datang ke arahnya. Tangannya masih asyik bermain dengan rokok filter yang sudah hampir habis terbakar
 Merah masih bermuara di ujung rokok, dengan asap yang terus mengepul. Gadis ayu itupun tersenyum, sambil sesekali mengusap kulit putihnya yang kedinginan diterpa angin yang merebos lewat celah-celah pintu yang sedikit terbuka.
“ Ayu tamumu sudah datang !” ujar Tante Mira yang bertugas mengasuh para gadis perempatan mimpi, mungkin lebih umum di sebut si Bunga Malam atau kupu-kupu malam. Dan Tante Mira-lah yang bertugas mencarikan pelanggan untuk gadis-gadis perempatan mimpi. Bahkan Tante Mira-lah yang selama ini telah mengasuh Ayu, membesarkan Ayu dengan kasih sayang.
Namun terkadang ada sesal yang terpendam di dalam hati ayu. Ada rasa bersalah yang terus memburunya “ Kenapa aku harus hidup dalam dunia nista ini ?” Sebuah pertanyaan yang sering hadir dalam kesendirian. Pertanyaan yang selalu membuat air matanya meleleh. Ayu hanya bisa terpekur dalam duka, saat sadar kini dia hidup di dunia yang selalu membuat hatinya meronta-ronta mengingkari semua yang telah terjadi dalam hidupnya. Ada serpihan-serpihan kecil yang selalu menyeruak dalam hatinya, membawa duka, membuatnya mencoba mengusir semua duka dengan senyum ke-munafikan.
Mendengar panggilan Tante Mira, Ayu yang sembari tadi duduk tenang di kursi bersama ke empat temannya langsung berdiri, menampakkan tubuh indah yang selalu menjadi pemuas nafsu-nafsu yang berkeliaran. Ayu tersenyum manja.“ Iya Tante, mana orangnya?” balas Ayu seraya meletakkan puntung rokoknya di atas asbak. Di balik senyum Ayu, ada duka yang tiba-tiba menyelinap masuk dalam celah pintu hatinya, seperti angin malam ini, yang masuk dan menyelinap lewat celah pintu tempat para manusia-manusia hidung belang memuaskan nafsunya. Naudzubillah!.
“ Sebentar!,” Tante Mira kembali keluar ruangan.” Tapi ingat, jangan sampai mengecewakan ya, !” suara Tante Mira yang manja masih terngiang di telinga Ayu, sesaat sebelum bayangan Tante Mira hilang di balik pintu yang sedikit terbuka.
“ Sip !!” Ayu mengacungakan jempolnya..
“ Ayo silahkan!” Tante Mira memanggil seseorang yang sembari tadi berada di luar ruangan. Bunyi decitan hak sepatu perlahan mendekat ke arah Ira, beriringan dan hampir bersamaan.
Ira tertunduk. Senyumannya hilang sudah. “ Deg !”ada sesak yang tiba-tiba merasuk dalam dada Ayu saat bola matanya yang indah bertatapan dengan lelaki yang akan manikmati tubuh mulusnya malam ini. Ada ketidakrelaan yang sangat besar, bukan karena lelaki itu jelek atau tidak tampan, atau uang bayaran yang mungkin kurang memuaskan, bukan itu! Ada sesuatu yang terpancar dari kedua bola mata lelaki itu. Sebuah kekuatan yang tak pernah Ayu jumpai selama ini, kekuatan yang sepertinya telah hilang dari dirinya sejak Ayu kecil. Ayu termangu.
“ Rido!” lelaki itu mengenalkan diri seraya menampakkan senyum sepuluh sentinya.. Rambut panjangnya tersisir rapi, kemeja hitam dan celana jeans hitam di padu sepatu dengan kaos kaki bermotif lurik bergitu sesuai dengan .tubuh tegap, serta kulitnya yang putih, sangat ideal. Jam tangan hitam melingkar di tangan kirinya dengan lengan baju yang di singsingkan di atas siku.
“ Senyum nafsu!” gumam Ayu.“Ayu Lestari! Ehm…panggil saja Ayu !.” lanjut Ayu cepat-cepat memperkenalkan diri takut pelanggannya kecewa. Ayu terus memasang senyum manjanya. Memang begitulah tugas sebagai wanita malam, tersenyum, mamasang wajah yang menarik pelanggan, dan setelah harga cocok, langsung keluar untuk memuaskan nafsu-nafsu bejat mereka.
Setelah selang beberapa menit mereka berkenalan. Akhirnya mereka telah mencapai kesepakatan. Rido akan membayar berapapun asal Ayu bisa memuaskannya malam ini. Ayu tersenyum penuh keyakinan, karena hampir setiap pelanggannya selalu merasa puas, bahkan mereka sering datang kembali, dan selalu Ayu yang menjadi sasaran utama mereka, tapi ada serpihan duka yang tersirat di hati Ayu saat Rido kembali menatapnya lembut. Ayu tertunduk menahan gemuruh di dalam hatinya.
****
Malam semakin larut. Rido masih mengendarai mobil BMW-nya tanpa memperdulikan Ayu sedikitpun. Semenjak keluar dari rumah sederhana di perempatan mimpi, tiba-tiba raut wajah Rido yang tampak sumringah berubah sedih. Ada mendung yang bergelantungan di sekitar wajahnya yang putih. Ayu terus mengamati perubahan pada raut wajah Rido. Sebuah perubahan yang sempat membuat sesak di dada Ayu. Ayu terkejut, sesak kembali menyerang saat dia melihat tetes bening mengalir membasahi pipi Rido. Ayu terdiam, ada hal aneh yang membuat dadanya semakin sesak. Bukan ketakutan, atau kesedihan, sesuatu yang aneh. Ayu memejamkan matanya. Mencoba mengusir segala kegalauan yang kini melanda hati.
“ Malam ini aku ingin kamu memuaskan semua permintaanku.!” Suara Rido yang tiba-tiba membubarkan lamunan Ayu. Rido menatap Ayu tajam dari kaca spion mobil.
“Iya ! Itu memang tugasku.” balas Ayu tersenyum ramah, mencoba menyembunyikan sesak yang kembali menyerang dadanya, Ia kembali terdiam, suasana hening kembali tercipta saat Ayu menerawang jauh ke luar jendela, menghujamkan pandangan di rumah dan pepohonan yang terlihat seperti berlarian, saling berkejaran, sedangkan mobil yang di kendarai Rido masih terus melaju melintasi jalanan yang mulai tampak sepi.
“Kita mau kemana ? Bukankah lebih enak di hotel itu” ujar Ayu bingung. Pandangannya masih tertuju di hotel mewah yang berada di pinggir jalan. Perlahan bayangan hotel itupun hilang, seiring roda mobil yang terus berputar menjauh beriring dengan kegelapan malam.
“ Ini adalah tempat yang paling indah. Bersabarlah... sebentar lagi kita sampai.”
“ Oh ya,indah ! Tentu aku akan bersabar, karena aku milikmu malam ini” balas Ayu selembut mungkin agar tidak menyingung perasaan Rido, pelanggan tubuhnya malam ini.
“ Kenapa?” Ayu tampak heran saat Rido tiba-tiba menghentikan mobilnya.
“ Kita sudah sampai!” balas Rido seraya membuka pintu mobilnya. Ayu-pun keluar beriringan dengan Rido.
What di surau, rumah Allah, apakah kamu sudah gila, kita akan di laknat jika melakukan hal dosa di tempat suci ini!” Ayu berteriak tidak percaya, suara lembut yang sembari tadi keluar berganti suara ketidakpercayaan.
“ Iya disini, ! Malam ini aku ingin kamu melayani majikanku.”
“Apa majikanmu,? Jadi bukan kamu.?” Ayu heran.
Rido mengganguk.” Tunggu sebentar,!” Rido berlalu meninggalkan Ayu yang masih tercekang. Rasa tak percaya dengan apa yang di alaminya malam ini masih berputar di benaknya, berbagai pertanyaan terus hadir tanpa jawaban.
Rido masuk kedalam surau bercat putih yang tampak sunyi lekang. Hanya suara hewan malam yang sesekali menyeling di antara derap langkah kaki Rido. Ayu heran, memandang bayangan Rido yang lenyap di balik pintu surau.
Ayu tertunduk. Angannya semakin tak menentu, lalu terbang jauh, menjamah kemungkinan apa yang akan di alaminya malam ini.
“ Ini!” Rido mengulurkan sebuah mukena, tasbih dan sajadah kepada Ayu. Suara Rido yang tiba-tiba, dan keras, membubarkan lamunan Ayu. Ayu tercekang, rasa nyeri yang barusan hilang kembali terasa, justru terasa semakin nyeri dan membuat dadanya sesak. Nafasnya sedikit tersengal-sengal, naik turun tak beraturan. Ayu terdiam, ada sesuatu yang aneh malam ini.
“ Kamu mau kemana?” Ayu bertanya kepada Rido yang melangkah masuk kedalam mobilnya.
“ Sudah jangan banyak Tanya !. Kamu layani saja majikanku malam ini. Dan bilang pada majikanku supaya mengampuni semua salah, dan dosa yang pernah aku lakukan, jangan lupa.?!” balas Rido tersenyum ramah, senyum yang penuh tanda Tanya.
“ Lalu….!” Ayu tak melanjutkan kata-katanya karena Rido telah melesat jauh meninggalkannya sendiri.
“ Apa ini,?” Ayu tampak bingung. Ada sesak yang kembali menyeruak dalam hatinya, tapi sesak ini semakin terasa di seluruh tubuhnya. Ayu Manahan sesak itu seraya terus mengamati inci tiap inci surau yang menjadi pemberhentiannya malam ini, bukanya hotel atau rumah mewah yang setiap hari menjadi pemberhentiannya untuk melayani laki-laki hidung belang. Tapi malam ini surau inilah yang menjadi tempat pemberhentian terakhirnya. Ayu teringat dia harus segera melayani majikan Rido, jika dia tidak bisa memuaskannya tentu Tante Mira akan marah.
“Tes!” tiba-tiba air mata Ayu meleleh membasahi pipinya yang putih kemerah-merahan, senyum yang sembari tadi tersungging hilang seketika, ada sesal yang telah terlupa, tertutup gemerlap duniawi. Ayu tersadar akan jalan hitam yang selama ini telah dia lalui, jalan penuh dengan dosa yang tak terampunkan.
Ayu tahu, kini bukanlah tubuhnya yang akan dia jual, dia sadar kini tubuhnya tiadalah berharga. Bahkan dia tidak akan mampu melayani dan memuaskan majikan Rido. Tidak sama sekali. Karena majikan Rido tidak membutuhkan apapun yang di miliki Ayu, justru Ayu-lah yang membutuhkan majikan Rido. Membutuhkan kasih sayang dan belaian rahmat-Nya Ada sesuatu yang menyeruak memanggil nama Ayu pelan, menggiring langkahnya masuk kedalam masjid. Sedangkan air mata Ayu terus meleleh mengiringi tiap langkah penyesalan Ayu.
“ Ya Allah ampuni hamba!” gumam Ayu menyebut asma Dzat yang telah lama Dia lupakan, Dzat yang telah menciptakannya dengan tubuh indah yang telah salah dia gunakan. Dengan dada yang terasa semakin sesak Ayu masuk kedalam masjid, bayangan tubuhnya lenyap di balik pintu masjid.
Dalam sujud aku berdoa
Berserah akan takdir hidup…
Walau dosa ini tak terampunkan..
Aku akan tetap bersujud..
Memelas dan memohon..
dan terus memohon
Karena aku tahu…
Engkau maha pengampun.
Ampuni hambamu yang hina ini Ya Allah.

SD Darussalam, 14 mei 2010 jam 17.35 WIS.

0 komentar: