Pagi
 telah datang berhias sinar kuning sang mentari, angin berhembus, 
berlari mencumbui dedaunan dan ranting-ranting pepohonan, sehingga 
ranting-ranting itu seperti malambai-lambai pada setiap mahluk yang 
kebetulan lewat di sampingnya, sungguh sebuah pemandangan yang sangat 
dramatis.
Mungkin
 itu juga yang di lihat dan dirasakan sulis, gadis itu terus melangkah 
menuju sekolah impiannya, tampak sesekali sulis membenahi kerudung 
almameter yang biasa dia kenakan saat hari senin dan selasa, tapi hari 
ini berbeda dengan hari senin dan selasa yang lainnya, hari ini adalah 
hari yang sangat dia tunggu, hari penentu untuk masa depannya 
Ujian
 nasional, ujian inilah yang akan dia hadapi hari ini, semua telah dia 
siapkan jauh-jauh hari sebelum ujian baik secara mental maupun batin . 
dia tidak mau kenangan pahitnya tahun lalu akan terulang kembali, 
mengingat kenangan itu selalu membuatnya meneteskan airmata, 
meninggalkan penyesalan dan kesedihan yang sangat dalam.
Dia
 masih ingat, kenangan itu, dimana dia menangis sedih bersama 12 teman 
lainnya, karena saat itu, dia bersama ke12 temannya di fonis tidak lulus
 ujian nasional, semenjak itulah tidak hanya air mata yang terus ada 
hingga sekarang, bahkan penyesalan terus membayangi tiap langkah 
kakinya.
Dari
 pengalaman kegagalan itulah, sulis lebih berfikir kedepan, dia rela 
sekolah satu tahun lagi hanya untuk bertujuan mengikuti ujian nasional 
dan lulus sesuai harapanya. Sekolah yang seharusnya dia tempuh 3 tahun 
menjadi 4 tahun. Dia sadari akan hal itu, hal yang tidak akan dia 
lupakan sepanjang hidupnya.
Sejak
 kenangan pahit itu terjadi pada dirinya, dia menjadi lebih siap untuk 
semua yang akan dihadapinya hari esok, bahkan dengan adanya kenangan 
itulah ia menjadi mengerti akan arti sebuah kegagalan dan keberhasilan, 
sebuah keberhasilan yang tentu sangat di impikan setiap manusia yang 
memiliki akal dan pikiran, begitu juga sulis, dia benar-benar ingin 
berhasil, bahkan dia telah mempersiapkan dengan matang semua yang 
berkaitan dengan ujian nasional, ujian yang akan dia hadapi hari ini. 
Dia yakin dia bisa dan dia memang harus bisa.
Sulis
 berhenti sejenak memandang sekeliling suasana sekolahnya, sedikit 
berbeda, atau bahkan berubah total, dulu gedung pendidikan yang bercat 
putih berubah menjadi kuning tua, dua batang pohon pinang yang berdiri 
kokoh tepat di depan gedung telah hilang tanpa bekas, bahkan bekas tanah
 yang dulu menjadi temapt pohon itu tumbuh telah di tutup paping. 
Seiring waktu semua memang harus berubah, entah itu secara sadar maupun 
tidak, begitu juga dia, dia memang harus berubah, yang pasti berubah 
menjadi lebih baik. Sulis tersenyum kecil mengingat semua kenangannya di
 sekolah, tapi masih ada sepercik penyesalan yang masih terbesit dalam 
hatinya, dan mungkin penyesalan itu akan sedikit hilang andai dia bisa 
menggapai apa yang dia harapkan sekarang, menjadi yang terbaik, itulah 
cita-citanya.
Dia
 kembali melangkah seraya menebar senyum kepada setiap teman-temanya 
yang lewat mendahuluinya maupun teman-teman yang berada di depannya. 
Tapi tiba-tiba kegelisahan menghampirinya, kegelisahan yang tiba-tiba 
datang saat dia melihat ruangan ujian. Ia mencoba menenangkan pikirannya
 yang gelisah, ia terus mencoba dan mencoba.
“ Mbak sulis enteni kulo !” . ulfa, salah satu teman sekelas sulis memangilnya. Sulis berhenti sejenak, menoleh dan tersenyum.
Mbak
 itulah panggilan akrab sulis, hampir semua teman sekelasnya memanggil 
namanya dengan imbuhan mbak, teman-teman yang dulu merupakan adik 
kelasnya, mungkin mereka memanggilnya mbak karena alasan itu.
“ Ayo fa, cepetan !”. balas sulis datar. Ulfa bergegas menghampiri sulis.
“ Gimana mbak udah siap ?”.
“ Insya Allah udah siap, kan siap gak siap kita memang harus siap, mau gimanan lagi, kalau kita gak siap kan sama aja bohong, untuk apa kita sekolah, iya kan fa!”. Lanjut sulis bijaksana seraya tersenyum kecil.
Ulfa mengangguk faham.
“ Trus kamu sendiri gimana fa ?”. sulis balik bertanya.
“
 Yo sami mawon mbak, ngeh lak di bilang siap ngeh siap, mboten ngeh 
pripon, pokok e siap mboten siap yo harus siap. !” balas ulfa mantap. 
Sorot matanya begitu tajam, raut wajah ayunya memancarkan semangat yang 
sangat membara, semangat yang terkadang membuat sulis iri, iri kenapa 
dia tidak memiliki semangat yang membara seperti itu. Tapi sulis sangat 
bersyukur memiliki sahabat yang selalu memberinya semangat setiap saat. 
Sahabat yang terbaik baginya.
Mereka
 terus berbicara sambil berjalan menuju ruangan ujian yang  berada di 
gedung pendidikan IV, ruangan yang sempat membuat kecemasan dalam hati 
sulis. Mereka terus melangkah. Sesekali terdengar mereka membicarakan 
persiapan-persiapan yang telah mereka lakukan.
07.30 W.I.B
Bel
 petanda ujian telah berbunyi, sulis, ulfa dan juga siswi lainya 
bersiap-siap memasuki ruang ujian, tapi sebelum mreka masuk, semua siwi 
mendapat intruksi dari kepala sekolah tentang hal-hal yang berkaitan 
dengan ujian agar tidak terjadi kesalahan, setelah intruksi selesai 
mereka berdoa bersama dan kemudian memasuki ruangan bergantian, walaupun
 ada juga yang tidak sabar yang tiba-tiba menyerobot masuk.
Para
 siswi itu duduk di tempat yang nomor bangkunya sesuai dengan kartu 
ujianya, selang beberapa menit mereka berdoa untuk yang kedua kalinya, 
tapi ada yang aneh dengan sulis, walaupun doa bersama teman-temanya 
telah usai, dia terus berdoa tanpa henti sampai akhirya dua orang 
pengawas ujian memasuki ruangan ujian, duduk dan kemudian membacakan 
aturan dan juga hal-hal penting yang berkaitan dengan ujian 
nasional.mulai dari nomor peserta sampai pengisian LJK yang tepat dan 
benar.
Sulis
 terdiam, dia tiada pernah berhenti menyebut nama dzat yang telah 
membuatnya bisa mengikuti ujian hari ini, berkali-kali ia bersyukur.
“
 Bismillah Hirrahmanirrahim !” sulis menyentuh lembaran LJK dengan 
tenang. Di tatapnya lembaran LJK yang berwarna putih terdapat garis dan 
juga bulatan berwarna merah muda keputih-putihan, dengan sangat 
hati-hati dia mulai mengisi lembaran LJK yang telah menjadi haknya. 
Jantungnya berdegup kencang mengiringi gerakan pensil 2b miliknya.
“
 Kerjakan yang teliti dan benar ya, biar lulus dengan nilai yang 
memuaskan!”. Ujar salah satu penjaga yang mengenakan kacamata, seraya 
membagikan soal yang terdiri dari dua jenis soal, paket B dan paket A.
“
 Deg!”. Jantung sulis berdegup semakin kencang saat beberapa lembaran 
soal yang masih kelihatan rapi telah terletak di atas mejanya, tenang, 
sunyi, seperti memaksanya untuk segera membuka dan mengerjakannya, tapi 
dia segera menyelesaikan LJK yang belum di isi sambil sesekali melirik 
lembaran soal yang terus melambai-lambai padanya.
“ mbak !”. ulfa memanggil sulis lirih, sulis tersenyum seraya mengacungkan jempol.
Sulis
 kembali memfokuskan pada lembaran LJK miliknya,setelah selaesai mengisi
 LJK, tangannya terus bergerak pelan menyentuh lembaran soal ujian, dia 
terus berdoa tiada henti mengiringi gerakan jari-jemarinya yang sudah 
tidak sabar membuka lembaran demi lembaran dan langsung mengerjakanya 
serta lulus dengan nilai terbaik.  Dia benar-benar tidak sabar.
“
 Ya Allah hanya padaMU hamba berserah diri !”. gumam sulis seraya 
membuka halaman pertama soal ujian. Ia tersenyum kecil, Dia kemudian 
menari nafas pelan dan  mulai mengerjakan soal ujian, tangannya terus 
bergerak seiring waktu dan doa.
Satu bulan lebih setelah ujian nasional  
Malam
 yang sunyi, sulis duduk di temani sang rembulan yang tersenyum manis 
menyapanya ramah, rembulan itu sepertinya tidak tau apa yang sedang di 
alami sulis, ketakutan, kekhawatiran dan kegembiraan, semua rasa itu 
bercampur dalam diri sulis, mebuatnya bingung, tak tentu arah.
Tapi
 sulis lama-lama merasa aneh kenapa rembulan itu terus tersenyum 
padanya. Apa bulan itu tidak tahu bahwa besok adalah pengumuman hasil 
ujian nasional semua siswa-siswi se-Indonesia .
Tentu
 malam ini hampir semua siswa-siswi kelas tiga berdoa habis-habisan, 
menyerahkan semua pada YME, Dzat yang telah mengariskan garis takdir 
mereka, garis takdir sebuah kelulusan atau justru sebaliknya. Ya semua 
hanya bisa berusaha dan berdoa, semua keputusan ada di tanganNYA.
Begitu
 juga sulis, di depan teras asramanya yang mulai terasa dingin karena 
angin malam yang berhembus semakin kencang. Ia segera berdiri dan masuk 
kamar karena tidak betah dengan hawa dingin yang menusuk tulang 
rusuknya. Ia segera mengambil peralatan shalatnya dan juga sebuah tasbih
 yang pernah di belikan ibunya dulu, saat ia pertama kali datang dan 
menjadi santri di pondok Darussalam. 
Dengan
 langkah santai ia menuju masjid, yang merupakan rumah Allah, tempat 
berkumpulnya orang-orang islam, tempat untuk dia berserah dan 
memasrahkan semua padaNYA.
Sulis
 menatap langit yang berwarna hitam pekat, dia benar-benar heran melihat
 bulan itu terus tersenyum padanya, bahkan kali ini tidak hanya bulan, 
bahkan bintang-bintang yang barusan bermunculan juga terenyum padanya. 
Ia semakin bingung, apa mereka tau apa yang akan terjadi besok, ah 
mereka hanya benda mati, mereka tidak tahu apa itu takut, mana mungkin 
mereka tersenyum, sulis mencoba membuang semua khayalannya.
Dia
 terus melangkah, menuju masjid untuk menyerahkan semuannya padaNYA , 
pada Dzat yang telah menciptakan bumi dan isinya, dan yang telah 
memberikan nikmat yang tiada terkira, nikmat yang tidak akan cukup atau 
bisa dihitung, walau laut menjadi tinta dan ranting-ranting pohon 
menjadi penanya, Allahu Akbar.
Matahari
 pagi telah keluar dari peraduanya, menebar sejuta benih kehidupan. Pagi
 itu juga sulis dan ulfa telah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, 
hati mereka berdua sangat berdebar-debar, sesekali mereka tampak 
bersendau gurau untuk mengusir rasa cemas yang menyelimuti mereka.
“ Kulo kok nderedeg yo mbak,”. Ujar ulfa seraya memegang tangan sulis.
“ Wes to tenang wae, semua lancar kok, lulus-lulus!” balas sulis tenang mencoba menutupi kegelisahan yang juga di alaminya.
“ Mbak kok tenang wae to!” ulfa heran melihat sulis.
“ Ya semua dah mbak pasrahkan pada Allah, mbak udah banyak belajar dari pengalaman mbak.”
“ Oh !, semoga kita semua bisa lulus ya mbak”.
“ Amin!”. Ulfa dan sulis serentak mengusapkan kedua telapak tangan mereka ke wajah mereka.
“
 Wah udah sampai perasaanku kok tambah nderedeg yo !” ujar ulfa cemas. 
Ulfa menatap sulis.” Kenapa mbak?”. Lanjut ulfa membubarkan lamunan 
sulis.
“ Ndak ada apa-apa kok, mbak cuma ingat masa lalu”.
“ Masa lalu di buang aja, tapi jangan semua, coz ada kalanya kita bisa belajar dari pengalaman masa lalu, yak kan mbak!” sulis tersenyum mendengar nasihat dari ulfa. 
“ Re’ ayo!” lita muncul dari balik lorong.” Pengummane wes di pasang!” lanjut ulfa seraya tersenyum gembira.
“ Lit gimana, lulus?”. Tanya ulfa.
“
 Alhamdulillah aku lulus!” balas lita senang, wajahnya berseri-seri, 
memancarkan kebahagiaan yang sangat sulit di gambarkan dengan kata-kta.
“
 Ayo!” sulis menarik tangan ulfa seraya berpamitan kepada lita yang 
masih tampak gembira dengan kelulusannya. “ selamat yo lit!” ujar ulfa 
dan sulis hampir bersamaan. Mereka berdua dengan cepat lenyap di 
tikungan lorong sekolah.
“
 Ramai banget mbak, gimana?”. Ujar ulfa bingung, ketika melihat papan 
pengumuman penuh dengan siswi yang berdesakan. Dan yang pasti tidak 
mungkin untuk menerobos masuk.
“ Ya udah kita tunggu aja, mudah-mudahan lulus semunya!”
“ Amin?” . mereka berduapun menunggu seraya terus berdoa.
“ Selamat ya mbak,” tiba-tiba farid muncul dari belakang langsung manyalami sulis dan memeluknya.
“ Selamat untuk apa?”. Sulis bingung.
“
 Ya selamat buat kesuksesan mbak. Wes mbak liat ja di papan pengumuman.”
 Balas farid sehingga membuat sulis penasaran. Ia segera berjalan menuju
 papan pengumuman. Ia mencoba menerobos di antara siswi-siswi yang 
berdesak-desakkan.
“
 Ya Allah. Terima kasih, Allahu Akbar. Teman-teman aku lulus!” ujar 
sulis senang ketika melihat pengumuman bahwa dia lulus dengan nilai 
terbaik., dia langsung bersujud, air matanya meleleh membasahi kerudung 
putihnya.
“ terimakasih pengalaman, kau telah ajari aku tuk menjadi lebih baik.” Gumam sulis.
Pengalaman
 adalah guru terbijak, mungkin inilah yang menjadi landasan aku menulis 
cerpen ini, kerena terkadang manusia membutuhkan belajar dari pengalaman
 agar bisa menjadi lebih baik, tapi sepuntene kisah niki mboten sami 
asline katah rekayasane, yo tapi rodok mirip-mirip titik kan, ra ketang mek gor jenenge,he,he,he…
28 april 2010
By; Ardiansha al bajurry
Di; al khulusunnajah.(f.05)
Saat takror .21.18.W.I.B
Email: ians2210@yahoo.co.id
No hp; 085 859 331 860.






0 komentar:
Posting Komentar