Rabu, Februari 15, 2012

Terima Kasih Telah Ajari Aku



Pagi telah datang berhias sinar kuning sang mentari, angin berhembus, berlari mencumbui dedaunan dan ranting-ranting pepohonan, sehingga ranting-ranting itu seperti malambai-lambai pada setiap mahluk yang kebetulan lewat di sampingnya, sungguh sebuah pemandangan yang sangat dramatis.
Mungkin itu juga yang di lihat dan dirasakan sulis, gadis itu terus melangkah menuju sekolah impiannya, tampak sesekali sulis membenahi kerudung almameter yang biasa dia kenakan saat hari senin dan selasa, tapi hari ini berbeda dengan hari senin dan selasa yang lainnya, hari ini adalah hari yang sangat dia tunggu, hari penentu untuk masa depannya
Ujian nasional, ujian inilah yang akan dia hadapi hari ini, semua telah dia siapkan jauh-jauh hari sebelum ujian baik secara mental maupun batin . dia tidak mau kenangan pahitnya tahun lalu akan terulang kembali, mengingat kenangan itu selalu membuatnya meneteskan airmata, meninggalkan penyesalan dan kesedihan yang sangat dalam.
Dia masih ingat, kenangan itu, dimana dia menangis sedih bersama 12 teman lainnya, karena saat itu, dia bersama ke12 temannya di fonis tidak lulus ujian nasional, semenjak itulah tidak hanya air mata yang terus ada hingga sekarang, bahkan penyesalan terus membayangi tiap langkah kakinya.
Dari pengalaman kegagalan itulah, sulis lebih berfikir kedepan, dia rela sekolah satu tahun lagi hanya untuk bertujuan mengikuti ujian nasional dan lulus sesuai harapanya. Sekolah yang seharusnya dia tempuh 3 tahun menjadi 4 tahun. Dia sadari akan hal itu, hal yang tidak akan dia lupakan sepanjang hidupnya.
Sejak kenangan pahit itu terjadi pada dirinya, dia menjadi lebih siap untuk semua yang akan dihadapinya hari esok, bahkan dengan adanya kenangan itulah ia menjadi mengerti akan arti sebuah kegagalan dan keberhasilan, sebuah keberhasilan yang tentu sangat di impikan setiap manusia yang memiliki akal dan pikiran, begitu juga sulis, dia benar-benar ingin berhasil, bahkan dia telah mempersiapkan dengan matang semua yang berkaitan dengan ujian nasional, ujian yang akan dia hadapi hari ini. Dia yakin dia bisa dan dia memang harus bisa.
Sulis berhenti sejenak memandang sekeliling suasana sekolahnya, sedikit berbeda, atau bahkan berubah total, dulu gedung pendidikan yang bercat putih berubah menjadi kuning tua, dua batang pohon pinang yang berdiri kokoh tepat di depan gedung telah hilang tanpa bekas, bahkan bekas tanah yang dulu menjadi temapt pohon itu tumbuh telah di tutup paping. Seiring waktu semua memang harus berubah, entah itu secara sadar maupun tidak, begitu juga dia, dia memang harus berubah, yang pasti berubah menjadi lebih baik. Sulis tersenyum kecil mengingat semua kenangannya di sekolah, tapi masih ada sepercik penyesalan yang masih terbesit dalam hatinya, dan mungkin penyesalan itu akan sedikit hilang andai dia bisa menggapai apa yang dia harapkan sekarang, menjadi yang terbaik, itulah cita-citanya.
Dia kembali melangkah seraya menebar senyum kepada setiap teman-temanya yang lewat mendahuluinya maupun teman-teman yang berada di depannya. Tapi tiba-tiba kegelisahan menghampirinya, kegelisahan yang tiba-tiba datang saat dia melihat ruangan ujian. Ia mencoba menenangkan pikirannya yang gelisah, ia terus mencoba dan mencoba.
“ Mbak sulis enteni kulo !” . ulfa, salah satu teman sekelas sulis memangilnya. Sulis berhenti sejenak, menoleh dan tersenyum.
Mbak itulah panggilan akrab sulis, hampir semua teman sekelasnya memanggil namanya dengan imbuhan mbak, teman-teman yang dulu merupakan adik kelasnya, mungkin mereka memanggilnya mbak karena alasan itu.
“ Ayo fa, cepetan !”. balas sulis datar. Ulfa bergegas menghampiri sulis.
“ Gimana mbak udah siap ?”.
“ Insya Allah udah siap, kan siap gak siap kita memang harus siap, mau gimanan lagi, kalau kita gak siap kan sama aja bohong, untuk apa kita sekolah, iya kan fa!”. Lanjut sulis bijaksana seraya tersenyum kecil.
Ulfa mengangguk faham.
“ Trus kamu sendiri gimana fa ?”. sulis balik bertanya.
“ Yo sami mawon mbak, ngeh lak di bilang siap ngeh siap, mboten ngeh pripon, pokok e siap mboten siap yo harus siap. !” balas ulfa mantap. Sorot matanya begitu tajam, raut wajah ayunya memancarkan semangat yang sangat membara, semangat yang terkadang membuat sulis iri, iri kenapa dia tidak memiliki semangat yang membara seperti itu. Tapi sulis sangat bersyukur memiliki sahabat yang selalu memberinya semangat setiap saat. Sahabat yang terbaik baginya.
Mereka terus berbicara sambil berjalan menuju ruangan ujian yang  berada di gedung pendidikan IV, ruangan yang sempat membuat kecemasan dalam hati sulis. Mereka terus melangkah. Sesekali terdengar mereka membicarakan persiapan-persiapan yang telah mereka lakukan.

07.30 W.I.B
Bel petanda ujian telah berbunyi, sulis, ulfa dan juga siswi lainya bersiap-siap memasuki ruang ujian, tapi sebelum mreka masuk, semua siwi mendapat intruksi dari kepala sekolah tentang hal-hal yang berkaitan dengan ujian agar tidak terjadi kesalahan, setelah intruksi selesai mereka berdoa bersama dan kemudian memasuki ruangan bergantian, walaupun ada juga yang tidak sabar yang tiba-tiba menyerobot masuk.
Para siswi itu duduk di tempat yang nomor bangkunya sesuai dengan kartu ujianya, selang beberapa menit mereka berdoa untuk yang kedua kalinya, tapi ada yang aneh dengan sulis, walaupun doa bersama teman-temanya telah usai, dia terus berdoa tanpa henti sampai akhirya dua orang pengawas ujian memasuki ruangan ujian, duduk dan kemudian membacakan aturan dan juga hal-hal penting yang berkaitan dengan ujian nasional.mulai dari nomor peserta sampai pengisian LJK yang tepat dan benar.
Sulis terdiam, dia tiada pernah berhenti menyebut nama dzat yang telah membuatnya bisa mengikuti ujian hari ini, berkali-kali ia bersyukur.
“ Bismillah Hirrahmanirrahim !” sulis menyentuh lembaran LJK dengan tenang. Di tatapnya lembaran LJK yang berwarna putih terdapat garis dan juga bulatan berwarna merah muda keputih-putihan, dengan sangat hati-hati dia mulai mengisi lembaran LJK yang telah menjadi haknya. Jantungnya berdegup kencang mengiringi gerakan pensil 2b miliknya.
“ Kerjakan yang teliti dan benar ya, biar lulus dengan nilai yang memuaskan!”. Ujar salah satu penjaga yang mengenakan kacamata, seraya membagikan soal yang terdiri dari dua jenis soal, paket B dan paket A.
“ Deg!”. Jantung sulis berdegup semakin kencang saat beberapa lembaran soal yang masih kelihatan rapi telah terletak di atas mejanya, tenang, sunyi, seperti memaksanya untuk segera membuka dan mengerjakannya, tapi dia segera menyelesaikan LJK yang belum di isi sambil sesekali melirik lembaran soal yang terus melambai-lambai padanya.
“ mbak !”. ulfa memanggil sulis lirih, sulis tersenyum seraya mengacungkan jempol.
Sulis kembali memfokuskan pada lembaran LJK miliknya,setelah selaesai mengisi LJK, tangannya terus bergerak pelan menyentuh lembaran soal ujian, dia terus berdoa tiada henti mengiringi gerakan jari-jemarinya yang sudah tidak sabar membuka lembaran demi lembaran dan langsung mengerjakanya serta lulus dengan nilai terbaik.  Dia benar-benar tidak sabar.
“ Ya Allah hanya padaMU hamba berserah diri !”. gumam sulis seraya membuka halaman pertama soal ujian. Ia tersenyum kecil, Dia kemudian menari nafas pelan dan  mulai mengerjakan soal ujian, tangannya terus bergerak seiring waktu dan doa.

Satu bulan lebih setelah ujian nasional 

Malam yang sunyi, sulis duduk di temani sang rembulan yang tersenyum manis menyapanya ramah, rembulan itu sepertinya tidak tau apa yang sedang di alami sulis, ketakutan, kekhawatiran dan kegembiraan, semua rasa itu bercampur dalam diri sulis, mebuatnya bingung, tak tentu arah.
Tapi sulis lama-lama merasa aneh kenapa rembulan itu terus tersenyum padanya. Apa bulan itu tidak tahu bahwa besok adalah pengumuman hasil ujian nasional semua siswa-siswi se-Indonesia .
Tentu malam ini hampir semua siswa-siswi kelas tiga berdoa habis-habisan, menyerahkan semua pada YME, Dzat yang telah mengariskan garis takdir mereka, garis takdir sebuah kelulusan atau justru sebaliknya. Ya semua hanya bisa berusaha dan berdoa, semua keputusan ada di tanganNYA.
Begitu juga sulis, di depan teras asramanya yang mulai terasa dingin karena angin malam yang berhembus semakin kencang. Ia segera berdiri dan masuk kamar karena tidak betah dengan hawa dingin yang menusuk tulang rusuknya. Ia segera mengambil peralatan shalatnya dan juga sebuah tasbih yang pernah di belikan ibunya dulu, saat ia pertama kali datang dan menjadi santri di pondok Darussalam.
Dengan langkah santai ia menuju masjid, yang merupakan rumah Allah, tempat berkumpulnya orang-orang islam, tempat untuk dia berserah dan memasrahkan semua padaNYA.
Sulis menatap langit yang berwarna hitam pekat, dia benar-benar heran melihat bulan itu terus tersenyum padanya, bahkan kali ini tidak hanya bulan, bahkan bintang-bintang yang barusan bermunculan juga terenyum padanya. Ia semakin bingung, apa mereka tau apa yang akan terjadi besok, ah mereka hanya benda mati, mereka tidak tahu apa itu takut, mana mungkin mereka tersenyum, sulis mencoba membuang semua khayalannya.
Dia terus melangkah, menuju masjid untuk menyerahkan semuannya padaNYA , pada Dzat yang telah menciptakan bumi dan isinya, dan yang telah memberikan nikmat yang tiada terkira, nikmat yang tidak akan cukup atau bisa dihitung, walau laut menjadi tinta dan ranting-ranting pohon menjadi penanya, Allahu Akbar.


Matahari pagi telah keluar dari peraduanya, menebar sejuta benih kehidupan. Pagi itu juga sulis dan ulfa telah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, hati mereka berdua sangat berdebar-debar, sesekali mereka tampak bersendau gurau untuk mengusir rasa cemas yang menyelimuti mereka.
“ Kulo kok nderedeg yo mbak,”. Ujar ulfa seraya memegang tangan sulis.
“ Wes to tenang wae, semua lancar kok, lulus-lulus!” balas sulis tenang mencoba menutupi kegelisahan yang juga di alaminya.
“ Mbak kok tenang wae to!” ulfa heran melihat sulis.
“ Ya semua dah mbak pasrahkan pada Allah, mbak udah banyak belajar dari pengalaman mbak.”
“ Oh !, semoga kita semua bisa lulus ya mbak”.
“ Amin!”. Ulfa dan sulis serentak mengusapkan kedua telapak tangan mereka ke wajah mereka.
“ Wah udah sampai perasaanku kok tambah nderedeg yo !” ujar ulfa cemas. Ulfa menatap sulis.” Kenapa mbak?”. Lanjut ulfa membubarkan lamunan sulis.
“ Ndak ada apa-apa kok, mbak cuma ingat masa lalu”.
“ Masa lalu di buang aja, tapi jangan semua, coz ada kalanya kita bisa belajar dari pengalaman masa lalu, yak kan mbak!” sulis tersenyum mendengar nasihat dari ulfa.
“ Re’ ayo!” lita muncul dari balik lorong.” Pengummane wes di pasang!” lanjut ulfa seraya tersenyum gembira.
“ Lit gimana, lulus?”. Tanya ulfa.
“ Alhamdulillah aku lulus!” balas lita senang, wajahnya berseri-seri, memancarkan kebahagiaan yang sangat sulit di gambarkan dengan kata-kta.
“ Ayo!” sulis menarik tangan ulfa seraya berpamitan kepada lita yang masih tampak gembira dengan kelulusannya. “ selamat yo lit!” ujar ulfa dan sulis hampir bersamaan. Mereka berdua dengan cepat lenyap di tikungan lorong sekolah.
“ Ramai banget mbak, gimana?”. Ujar ulfa bingung, ketika melihat papan pengumuman penuh dengan siswi yang berdesakan. Dan yang pasti tidak mungkin untuk menerobos masuk.
“ Ya udah kita tunggu aja, mudah-mudahan lulus semunya!”
“ Amin?” . mereka berduapun menunggu seraya terus berdoa.
“ Selamat ya mbak,” tiba-tiba farid muncul dari belakang langsung manyalami sulis dan memeluknya.
“ Selamat untuk apa?”. Sulis bingung.
“ Ya selamat buat kesuksesan mbak. Wes mbak liat ja di papan pengumuman.” Balas farid sehingga membuat sulis penasaran. Ia segera berjalan menuju papan pengumuman. Ia mencoba menerobos di antara siswi-siswi yang berdesak-desakkan.
“ Ya Allah. Terima kasih, Allahu Akbar. Teman-teman aku lulus!” ujar sulis senang ketika melihat pengumuman bahwa dia lulus dengan nilai terbaik., dia langsung bersujud, air matanya meleleh membasahi kerudung putihnya.
“ terimakasih pengalaman, kau telah ajari aku tuk menjadi lebih baik.” Gumam sulis.


Pengalaman adalah guru terbijak, mungkin inilah yang menjadi landasan aku menulis cerpen ini, kerena terkadang manusia membutuhkan belajar dari pengalaman agar bisa menjadi lebih baik, tapi sepuntene kisah niki mboten sami asline katah rekayasane, yo tapi rodok mirip-mirip titik kan, ra ketang mek gor jenenge,he,he,he…



28 april 2010
By; Ardiansha al bajurry
Di; al khulusunnajah.(f.05)
Saat takror .21.18.W.I.B
No hp; 085 859 331 860.


0 komentar: